BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Krisis multimensional yang tengah melanda bangsa Indonesia telah meyadarkan kepada kita semua akan pentingnya menggagas kembali konsep otonomi daerah, dalam arti yang sebenarnya gagasan penataan kembali sistem otonomi daerah bertolak dari pemikiran untuk menjamin terjadinya efisiensi, efektivitas, transparansi, akuntabilitas, dan demokratisasi nilai-nilai kerakyatan dalam praktik peyelenggaraan pemerintah daerah.
Selama masa orde baru, harapan yang besar dari pemerintah daerah untuk dapat membangun daerah berdasarkan kemampuan dan kehendak daerah sendiri. Ternyata dari tahun ke tahun dirasakan semakin jauh dari kenyataan. yang terjadi adalah ketergantungan fiskal dan subsidi serta bantuan pemerintah pusat sebagai wujud ketidak berdayaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dalam membiayai belanja daerah. keritik yang muncul selama orde baru adalah pemerintah pusat terlalu dominan terhadap daerah. pola pendekatan yang sentralistik dan seragam telah di kembangkan pemerintah pusat sehingga mematikan inisiatif dan kreativitas daerah.
Pemerintah daerah kurang diberi keleluasaan untuk menentukan kebijakan daerahnya sendiri, tidak disertai dengan pemberian infrastruktur yang memadai penyiapan semberdaya manusia yang profesional dan pembiayaan yang adil, akibatnya yang terjadi bukannya tercipta memandirian daerah. tetapi justru ketergantungan daerah trrhadap pemerintah pusat. dampak dari sistem yang selama masa orde baru kita anut menyebabkan pemerintah daerah tidak responsif dan kurang peka terhadap aspirasi masyarakat daerah. banyak proyek pembangunan daerah yang tidak menghiraukan manfaat yang dirasakan masyarakat, karena beberapa proyek merupakan proyek titipan yang sarat dengan petunjuk dan arahan dari pemerinta pusat. Pemerintah pusat melakukan campur tangan terhadap daerah dengan alasan untuk menjamin stabilitas nasional dan masih lemahnya sumber manusia yang ada di daerah, karen dua alasan tersebut, sentralisasi otoritas di pandang sebagai persyaratan untuk menciptakan persatuan dan kesatuan nasional serta mendorong kemajuan pertumbuhan ekonomi. pada awalnya pandangan tersebut terbukti benar, sepanjang tahun 70-an dan 80-an misalnya indonesia mengalami pertumbuhan yang berkelanjutan dan stabilitas politik yang mantap. namun dalam jangka panjang , sentralisasi seperti ini telah banyak menimbulkan ketimpangan dan atau ketidak adilan, rendahnya akuntabilitas, lambatnya pembangunan infrastuktur sosial, rendahnya tingkat pengembalian proyek-proyek publik, serta memperlambat pengembangan sosial ekonomi di daerah.
Tidak sedikit wacana yang berkembang yang membahas mengenai masalah yang timbul dalam pelaksanaan otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah dan permasalahannya secara umum adalah terkait dengan kelemahan dan kekurangan yang masih terdapat dalam regulasi yang mengatur mengenai pelaksanaan otonomi daerah. Undang-undang tentang pemerintahan daerah hingga saat ini telah mengalami perubahan hingga beberapa kali dan rencananya masih akan dilakukan perubahan. Perubahan regulasi yang terlalu sering dilakukan tersebut merupakan salah satu indikasi bahwa konsepsi otonomi daerah yang dilaksanakan bukan hanya sedang mengikuti perkembangan yang terjadi di masyarakat, melainkan pada dasarnya memang belum komprehensif dan masih mencari bentuk yang paling tepat. Faktanya saat ini kita masih membahas persoalan mekanisme pemilihan Gubernur yang rencananya akan dikembalikan dari pemilihan langsung menjadi pemilihan tidak langsung atau melalui lembaga perwakilan rakyat daerah. Artinya regulasi yang telah ditetapkan melalui undang-undang pemerintahan daerah akan diubah kembali ke bentuk semula. Selain itu, terdapat permasalahan lain, yang dapat membuat pemerintah daerah bimbang dalam membuat keputusan, yaitu lambatnya penetapan peraturan pelaksana atas undang-undang. Salah satu contohnya adalah lambatnya penetapan peraturan pemerintah tentang tanggung jawab sosial dan lingkungan perseroan terbatas. Peraturan pemerintah tersebut baru disahkan pada tahun 2012 padahal Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas yang telah memerintahkan pembentukan pemerintah tersebut telah disahkan sejak tahun 2007. Butuh waktu sekitar 5 tahun untuk menyusun peraturan pemerintah yang semestinya dapat segera ditindaklanjuti oleh pemerintah daerah untuk menyusun peraturan daerah.
Berkaca kepada langkah otonomi daerah di masa kini, maka pada makalah ini kami memberikan judul “ PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH DALAM ERA REFORMASI ”,
1.2 RUMUSAN DAN BATASAN MASALAH
Adapun masalah yang ditanyakan dalam makalah ini yaitu ?
1. Apa yang dimaksud dengan otonomi daerah ?
2. Tujuan dan Manfaat pelaksanaan otonomi daerah ?
3. Bagaimana pelaksanaan otonomi daerah sebelum reformasi ?
4. Bagaimana pelaksanaan otonomi daerah dalam era reformasi ?
5. Kelebihan dan kelemahan otonomi daerah ?
1.3 TUJUAN DAN MANFAAT PENULISAN MAKALAH
1. Tujuan Penulisan Makalah ini adalah :
PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH DALAM ERA REFORMASI
Untuk mengetahui pengertian dari Otonomi Daerah.
Untuk menambah wawasan dan pengetahuan tentang Otonomi daerah.
Untuk mengetahui sejarah Otonomi Daerah di Indonesia.
Untuk mengetahui masalah-masalah dari pelaksanaan Otonomi Daerah di masa reformasi.
Untuk mengetahui pelaksanaan Otonomi daerah dimasa orde lama, orde baru, dan reformasi.
Untuk mengetahui kelebihan dan kelemahan Otonomi Daerah.
2. Manfaat dari penulisan makalah ini adalah :
Makalah ini diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang Otonomi daerah;
Memenuhi tugas mata kuliah Pengantar Ilmu pemerintahan;
Menumbuhkan rasa Nasionalisme;
Meningkatkan kebanggaan terhadap bangsa Indonesia;
Menumbuhkan pemahaman tentang Otonomi Daerah;
1.4 METODOLOGI PENULISAN MAKALAH
Dalam penyusunan makalah ini, kami mengunakan metode Kajian Pustaka/analisis dan penelaahan literature yang dinilai cukup efektif dalam memperoleh data dan fakta-fakta yang selanjutnya kami tanggapi.sehubungan dengan relevensinya pada saat ini yang ternyata ditemukan beberapa kejanggalan-kejanggalan dan penggeseran nilai-nilai luhur Pancasila karena pengaruh perkembangan zaman.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 PENGERTIAN OTONOMI DAERAH Istilah otonomi berasal dari bahasa Yunani autos yang berarti sendiri dan namos yang berarti undang-undang atau aturan. Dengan demikian otonomi dapat diartikan sebagai kewenangan untuk mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri (Bayu Suryaninrat; 1985).
Dengan otonomi daerah tersebut, menurut Mariun (1979) bahwa dengan kebebasan yang dimiliki pemerintah daerah memungkinkan untuk membuat inisiatif sendiri, mengelola dan mengoptimalkan sumber daya daerah. Adanya kebebasan untuk berinisiatif merupakan suatu dasar pemberian otonomi daerah, karena dasar pemberian otonomi daerah adalah dapat berbuat sesuai dengan kebutuhan daerah setempat. Terlepas dari itu pendapat beberapa ahli yang telah dikemukakan di atas, dalam Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 dinyatakan bahwa otonomi daerah adalah kewenangan daerah untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jadi, Otonomi Daerah adalah penyerahan kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk mengurusi urusan rumah tangganya sendiri berdasarkan prakarsa dan aspirasi dari rakyatnya dalam kerangka negara kesatuan Republik Indonesia. dengan adanya desentralisasi maka muncullan otonomi bagi suatu pemerintahan daerah. Desentralisasi sebenarnya adalah istilah dalam keorganisasian yang secara sederhana di definisikan sebagai penyerahan kewenangan. Dalam kaitannya dengan sistem pemerintahan Indonesia, desentralisasi akhir-akhir ini seringkali dikaitkan dengan sistem pemerintahan karena dengan adanya desentralisasi sekarang menyebabkan perubahan pemerintahan di Indonesia. Desentralisasi juga dapat diartikan sebagai pengalihan tanggung jawab, kewenangan, dan sumber-sumber daya (dana, manusia dll) dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Dasar pemikiran yang melatarbelakanginya adalah keinginan untuk memindahkan pengambilan keputusan untuk lebih dekat dengan mereka yang merasakan langsung pengaruh program dan pelayanan yang dirancang dan dilaksanakan oleh pemerintah. Hal ini akan meningkatkan relevansi antara pelayanan umum dengan kebutuhan dan kondisi masyarakat lokal, sekaligus tetap mengejar tujuan yang ingin dicapai oleh pemerintah ditingkat daerah dan nasional, dari segi sosial dan ekonomi. Inisiatif peningkatan perencanaan, pelaksanaan, dan keuangan pembangunan sosial ekonomi diharapkan dapat menjamin digunakannya sumber-sumber daya pemerintah secara efektif dan efisien untuk memenuhi kebutuhan lokal. Daerah Otonom adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah tertentu berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ada pula yang dilakukan pemerintah yaitu desentralisasi yang merupakan transfer (perpindahan) kewenangan dan tanggungjawab fungsi-fungsi publik. Transfer ini dilakukan dari pemerintah pusat ke pihak lain, baik kepada daerah bawahan, organisasi pemerintah yang semi bebas ataupun kepada sektor swasta. Selanjutnya desentralisasi dibagi menjadi empat tipe, yaitu : 1. Desentralisasi politik, yang bertujuan menyalurkan semangat demokrasi secara positif di masyarakat 2. Desentralisasi administrasi, yang memiliki tiga bentuk utama, yaitu : dekonsentrasi, delegasi dan devolusi, bertujuan agar penyelenggaraan pemerintahan dapat berjalan secara efektif dan efisien Desentralisasi fiskal, bertujuan memberikan kesempatan kepada daerah untuk menggali berbagai sumber dana 4. Desentralisasi ekonomi atau pasar, bertujuan untuk lebih memberikan tanggungjawab yang berkaitan sektor publik ke sektor privat. Pelaksanaan otonomi daerah, juga sebagai penerapan (implementasi) tuntutan globalisasi yang sudah seharusnya lebih memberdayakan daerah dengan cara diberikan kewenangan yang lebih luas, lebih nyata dan bertanggung jawab. Terutama dalam mengatur, memanfaatkan dan menggali sumber-sumber potensi yang ada di daerahnya masing-masing. Kebebasan yang terbatas atau kemandirian tersebut adalah wujud kesempatan pemberian yang harus dipertanggungjawabkan. Dengan demikian, hak dan kewajiban serta kebebasan bagi daerah untuk menyelenggarakan urusan-urusannya sepanjang sanggup untuk melakukannya dan penekanannya lebih bersifat otonomi yang luas. Pendapat tentang otonomi di atas, juga sejalan dengan yang dikemukakan Vincent Lemius (1986) bahwa otonomi daerah merupakan kebebasan untuk mengambil keputusan politik maupun administrasi, dengan tetap menghormati peraturan perundang-undangan. Meskipun dalam otonomi daerah ada kebebasan untuk menentukan apa yang menjadi kebutuhan daerah, tetapi dalam kebutuhan daerah senantiasa disesuaikan dengan kepentingan nasional, ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Desentralisasi merupakan simbol atau tanda adanya kepercayaan pemerintah pusat kepada daerah. yang akan mengembalikan harga diri pemerintah dan masyarakat daerah. Diberlakukannya UU No. 32 dan UU No. 33 tahun 2004, kewenangan Pemerintah didesentralisasikan ke daerah, ini mengandung makna, pemerintah pusat tidak lagi mengurus kepentingan rumah tangga daerahdaerah. Kewenangan mengurus, dan mengatur rumah tangga daerah diserahkan kepada masyarakat di daerah. Pemerintah pusat hanya berperan sebagai supervisor, pemantau, pengawas dan penilai. Visi otonomi daerah dapat dirumuskan dalam tiga ruang lingkup utama, yaitu : Politik, Ekonomi serta Sosial dan Budaya. Di bidang politik, pelaksanaan otonomi harus dipahami sebagai proses untuk membuka ruang bagi lahirnya kepala pemerintahan daerah yang dipilih secara demokratis, memungkinkan berlangsungnya penyelenggaraan pemerintahan yang responsif terhadap kepentingan masyarakat luas, dan memelihara suatu mekanisme pengambilan keputusan yang taat pada asas pertanggungjawaban publik. Gejala yang muncul dewasa ini partisipasi masyarkat begitu besar dalam pemilihan Kepala Daerah, baik propinsi, kabupaten maupun kota. Hal ini bisa dibuktikan dari membanjirnya calon-calon Kepala Daerah dalam setiap pemilihan Kepala Daerah baik di tingkat propinsi maupun kabupaten atau kota. Di bidang ekonomi, otonomi daerah di satu pihak harus menjamin lancarnya pelaksanaan kebijakan ekonomi nasional di daerah, dan di pihak lain terbukanya peluang bagi pemerintah daerah mengembangkan kebijakan regional dan lokal untuk mengoptimalkan pendayagunaan potensi ekonomi di daerahnya. Dalam konteks ini, otonomi daerah akan memungkinkan lahirnya berbagai prakarsa pemerintah daerah untuk menawarkan fasilitas investasi, memudahkan proses perizinan usaha, dan membangun berbagai infrastruktur yang menunjang perputaran ekonomi di daerahnya. Dengan demikian otonomi daerah akan membawa masyarakat ke tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi dari waktu ke waktu. Di bidang sosial budaya, otonomi daerah harus dikelola sebaik mungkin demi menciptakan harmoni sosial, dan pada saat yang sama, juga memelihara nilai-nilai lokal yang dipandang kondusif terhadap kemampuan masyarakat dalam merespon dinamika kehidupan di sekitarnya. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan, bahwa konsep otonomi daerah mengandung makna : 1. Penyerahan sebanyak mungkin kewenangan pemerintahan dalam hubungan domestik kepada daerah, kecuali untuk bidang keuangan dan moneter, politik luar negeri, peradilan, pertahanan, keagamaan, serta beberapa kebijakan pemerintah pusat yang bersifatstrategis nasional. 2. Penguatan peran DPRD dalam pemilihan dan penetapan kepala daerah; menilai keberhasilan atau kegagalan kepemimpinan kepala daerah. 3. Peningkatan efektifitas fungsi-fungsi pelayanan eksekutif melalui pembenahan organisasi dan institusi yang dimiliki agar lebih sesuai dengan ruang lingkup kewenangan yang telah didesentralisasikan. 4. Peningkatan efeisiensi administrasi keuangan daerah serta pengaturan yang lebih jelas atas sumber-sumber pendapatan negara
BAB III
PEMBAHASAN
3.1. SEJARAH OTONOMI DAERAH DI INDONESIA Kelahiran otonomi daerah di Indonesia tidak dapat di lepaskan dengan bergulirnya Era Reformasi di penghujung era 90-an, selepas ambruknya Rejim Orde Baru yang berkuasa lebih dari tiga dasawarsa lamanya. Orde Baru melanjutkan sistem yang telah di warisinya sejak berdirinya negeri ini lebih dari 50 tahun silam, mengelola negara secara sentralistik dari Aceh (Nangroe Aceh Darussalam) hingga Papua (dulu Irian Jaya). Namun, krisis ekonomi yang bermula dari tahun 1977, selain menurunkan rejim yang telah berkuasa lebih dari 30 tahun, juga telah mengubah sistem pengelolaan negara dari sentralisasi menjadi desentralisasi. Otonomi daerah, meski dalam pelaksanaannya harus berjalan tertatih-tatih dan menghadapi banyak rintangan, sebenarnya memiliki payung hukum yang jelas. Terdapat dua undang-undang yang memayungi otonomi daerah, yakni Undang-Undang Nomr 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah (di sahkan 7 Mei 1999), serta Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 Tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah (di sahkan 19 Mei 1999). Kedua undang-undang yang menjadi landasan pelaksanaan otonomi daerah ini lahir atas amanah Ketetapan MPR Nomor XV/MPR/1998. seperti di tuturkan Hinca Panjaitan (2000: 4), kedua undang-undang tersebut lahir secara tidak langsung melanjutkan semangat pasal 11 Undang-undang Nomor 5 tahun 1974, yang mengatur pelaksanaan pemerintahan daerah Indonesia. Dari kedua undang-undang tersebut, Otonomi Daerah merupakan kewenangan Daerah Otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai peraturan perundang-undangan (Panjaitan, 2000: 5). Sedangkan yang di maksud dengan Daerah Otonom adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah tertentu berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Penjelasan tentang daerah otonom ini tertuang dalam pasal 1 (huruf h dan I) UU Nomor 22 Tahun 1999.
3.2. TUJUAN DAN MANFAAT OTONOMI DAERAH Tujuan utama dikeluarkannya kebijakan otonomi daerah antara lain adalah membebaskan pemerintah pusat dari beban-beban yang tidak perlu dalam menangani urusan daerah. Dengan demikian pusat berkesempatan mempelajari, memahami, merespon berbagai kecenderungan global dan mengambil manfaat daripadanya. Pada saat yang sama pemerintah pusat diharapkan lebih mampu berkonsentrasi pada perumusan kebijakan makro (luas atau yang bersifat umum dan mendasar) nasional yang bersifat strategis. Di lain pihak, dengan desentralisasi daerah akan mengalami proses pemberdayaan yang optimal. Kemampuan prakarsa dan kreativitas pemerintah daerah akan terpacu, sehingga kemampuannya dalam mengatasi berbagai masalah yang terjadi di daerah akan semakin kuat. Adapun tujuan pemberian otonomi kepada daerah adalah sebagai berikut:
1. Peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik. 2. Pengembangan kehidupan demokrasi.
3. Keadilan.
4. Pemerataan.
5. Pemeliharaan hubungan yang serasi antara Pusat dan Daerah serta antar daerah dalam rangka keutuhan NKRI.
6. Mendorong untuk memberdayakan masyarakat.
7. Menumbuhkan prakarsa dan kreativitas, meningkatkan peran serta masyarakat, mengembangkan peran dan fungsi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
3.2.1. MANFAAT OTONOMI DAERAH
1. Pelaksanaan dapat dilakukan sesuai dengan kepentingan Masyarakat di Daerah yang bersifat heterogen. 2. Memotong jalur birokrasi yang rumit serta prosedur yang sangat terstruktur dari pemerintah pusat. 3. Perumusan kebijaksanaan dari pemerintah akan lebih realistik. 4. Peluang bagi pemerintahan serta lembaga privat dan masyarakat di Daerah untuk meningkatkan kapasitas teknis dan managerial. 5. Dapat meningkatkan efisiensi pemerintahan di Pusat dengan tidak lagi pejabat puncak di Pusat menjalankan tugas rutin karena hal itu dapat diserahkan kepada pejabat Daerah.
3.3. PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH SEBELUM MASA REFORMASI
3.3.1. Pelaksanaan Otonomi Daerah Dimasa Orde Lama
Orde Lama adalah istilah yang diciptakan oleh Orde Baru, Bung Karno sangat keberatan masa kepemimpinannya dinamai Orde Lama Bung Karno lebih suka dengan nama Orde Revolusi tapi Bung Karno tak berkutik karena menjadi tahanan rumah (oleh pemerintahan militer Orde Baru) di Wisma Yaso (sekarang jadi Museum TNI Satria Mandala Jl. Gatot Subroto Jakarta). Karena pertanyaan anda spektrumnya sangat luas, saya akan membatasi pada masalah pemanfaatan kekayaan alam. Konsep Bung Karno tentang kekayaan alam sangat jelas Bangsa Indonesia belum mampu atau belum punya iptek untuk menambang minyak bumi
Pada masa Orde Baru konsepnya bertolak belakang dengan Bung Karno, Beberapa gelintir orang mendapat rente ekonomi yang luar biasa dari berbagai jenis monopoli impor komoditi bahan pokok, termasuk beras, terigu, kedelai. Semua serba tertutup dan tidak transparan. Jangan dilupakan pula bahwa ekonomi RI ambruk parah ditandai Rupiah terjun bebas ke Rp 16.000 per dollar terjadi masih pada masa Orde Baru.
Masa Reformasi adalah masa cuci piring. Pesta sudah usai. Krisis ekonomi parah sudah terjadi. Utang Luar Negeri tetap harus dibayar. Budaya korupsi yang sudah menggurita sulit dihilangkan, meski pada masa Presiden SBY pemberantasan korupsi mulai kelihatan wujudnya. Rakyat menikmati demokrasi dan kebebasan Media masa menjadi terbuka. Yang memimpikan kembalinya rezim totaliter mungkin hanyalah sekelompok orang yang dulu amat menikmati previlege dan romantisme kenikmatan duniawi di zaman Orba.Sekarang kita mewarisi hutan yang sudah rusak parah; industri kayu yang sudah terbentuk dimana-mana akibat dari berbagai HPH menjadi muara dari illegal logging. Orang-orang berteriak zaman reformasi sulit, tapi nyatanya hampir tiap rumah di Indonesia sekarang punya sepeda motor. Hal yang mustahil pada masa Orba. Jadi kesimpulannya Orde Reformasi adalah fase terbaik dari bangsa Indonesia. Kita sedang berproses menjadi negara yang besar dan kuat.
3.3.2. Pelaksanaan Otonomi Daerah di Masa Orde Baru
Sejak tahun 1966, pemerintah Orde Baru berhasil membangun suatu pemerintahan nasional yang kuat dengan menempatkan stabilitas politik sebagai landasan untuk mempercepat pembangunan ekonomi Indonesia. Politik yang pada masa pemerintahan Orde Lama dijadikan panglima, digantikan dengan ekonomi sebagai panglimanya, dan mobilisasi massa atas dasar partai secara perlahan digeser oleh birokrasi dan politik teknokratis.
Banyak prestasi dan hasil yang telah dicapai oleh pemerintahan Orde Baru, terutama keberhasilan di bidang ekonomi yang ditopang sepenuhnya oleh kontrol dan inisiatif program-program pembangunan dari pusat.
Dalam kerangka struktur sentralisasi kekuasaan politik dan otoritas administrasi inilah, dibentuklah Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah. Mengacu pada UU ini, Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban Daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku Selanjutnya yang dimaksud dengan Daerah Otonom, selanjutnya disebut Daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas wilayah tertentu yang berhak, berwenang dan berkewajiban mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Undang-undang No. 5 Tahun 1974 ini juga meletakkan dasar-dasar sistem hubungan pusat-daerah yang dirangkum dalam tiga prinsip:
1. Desentralisasi, penyerahan urusan pemerintah dari Pemerintah atau Daerah tingkat atasnya kepada Daerah menjadi urusan rumah tangganya;
2. Dekonsentrasi, pelimpahan wewenang dari Pemerintah atau Kepala Wilayah atau Kepala Instansi Vertikal tingkat atasnya kepada Pejabat-pejabat di daerah; dan
3. Tugas Pembantuan, tugas untuk turut serta dalam melaksanakan urusan pemerintahan yang ditugaskan kepada Pemerintah Daerah oleh Pemerintah oleh Pemerintah Daerah atau Pemerintah Daerah tingkat atasnya dengan kewajiban mempertanggungjawabkan kepada yang menugaskannya.
Berkaitan dengan susunan, fungsi dan kedudukan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, diatur dalam Pasal 27, 28, dan 29 dengan hak seperti hak yang dimiliki oleh anggota Dewan Perwakilan Rakyat seperti :
a. mengajukan pertanyaan bagi masing-masing Anggota,
c. meminta keterangan,
d. mengadakan perubahan,
e. mengajukan pernyataan pendapat, prakarsa, dan penyelidikan,
dan kewajiban seperti :
a. mempertahankan, mengamankan serta mengamalkan PANCASILA dan UUD 1945
b. menjunjung tinggi dan melaksanakan secara konsekuen Garis-garis Besar Haluan Negara, Ketetapan-ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat serta mentaati segala peraturan perundang-undangan yang berlaku
c. bersama-sama Kepala Daerah menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja daerah dan peraturan-peraturan Daerah untuk kepentingan Daerah dalam batas-batas wewenang yang diserahkan kepada Daerah atau untuk melaksanakan peraturan perundang - undangan yang pelaksanaannya ditugaskan kepada Daerah
d. memperhatikan aspirasi dan memajukan tingkat kehidupan rakyat dengan berpegang pada program pembangunan Pemerintah.
3.3.3. Pelaksanaan Otonomi Daerah Dalam Era Reformasi
Pada masa ini terjadi lagi perubahan yang menjadikan pemerintah daerah sebagai titik sentral dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan dengan mengedapankan otonomi luas, nyata dan bertanggung jawab.
Sesuai dengan Undang-Undang No. 22 tahun 1999 dan Undang-Undang No.32 Tahun 2004.
Implementasi dari Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 antara lain :
A. Pembagian Kewenangan Pusat dan Daerah
1. Kewenangan Daerah mencakup kewenangan dalam seluruh bidang pemerintahan kecuali kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama, serta kewenangan bidang lain.
2. Kewenangan bidang lain tersebut meliputi kebijakan tentang perencanaan nasional dan pengendalian pembangunan nasional secara makro, dana perimbangan keuangan, sistem administrasi negara dan lembaga perekonomian negara, pembinaan dan pemberdayaan sumber daya manusia, pendayagunaan sumber daya alam serta teknologi tinggi yang strategis, konservasi, dan standardisasi nasional.
3. Kewenangan Pemerintahan yang diserahkan kepada Daerah dalam rangka desentralisasi harus disertai dengan penyerahan dan pengalihan pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia sesuai dengan kewenangan yang diserahkan tersebut.
4. Kewenangan Pemerintahan yang dilimpahkan kepada Gubernur dalam rangka dekonsentrasi harus disertai dengan pembiayaan sesuai dengan kewenangan yang dilimpahkan tersebut.
5. Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom mencakup kewenangan dalam bidang pemerintahan yang bersifat lintas Kabupaten dan Kota, serta kewenangan dalam bidang pemerintahan tertentu lainnya.
6. Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom termasuk juga kewenangan yang tidak atau belum dapat dilaksanakan Daerah Kabupaten dan Daerah Kota.
7. Kewenangan Propinsi sebagai Wilayah Administrasi mencakup kewenangan dalam bidang pemerintahan yang dilimpahkan kepada Gubernur selaku wakil Pemerintah.
8. Daerah berwenang mengelola sumber daya nasional yang tersedia di wilayahnya dan bertanggung jawab memelihara kelestarian lingkungan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Kewenangan Daerah di wilayah laut meliputi:
Eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan kekayaan laut sebatas wilayah laut tersebut;
Pengaturan kepentingan administratif;
Pengaturan tata ruang;
Penegakan hukum terhadap peraturan yang dikeluarkan oleh daerah atau yang dilimpahkan kewenangannya oleh pemerintah; dan
Bantuan penegakan keamanan dan kedaulatan negara.
9. Kewenangan Daerah Kabupaten dan Daerah Kota di wilayah laut adalah sejauh sepertiga dari batas laut Daerah Propinsi. Pengaturan lebih lanjut mengenai batas laut diatur dengan Peraturan Pemerintah.
10. Kewenangan Daerah Kabupaten dan Daerah Kota mencakup semua kewenangan pemerintahan selain kewenangan yang dikecualikan seperti kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama, serta kewenangan bidang lain yang mencakup kebijakan tentang perencanaan nasional dan pengendalian pembangunan nasional secara makro, dana perimbangan keuangan, sistem administrasi negara dan lembaga perekonomian negara, pembinaan dan pemberdayaan sumber daya manusia, pendayagunaan sumber daya alam serta teknologi tinggi yang strategis, konservasi, dan standarisasi nasional.
11. Kewenangan Daerah Kabupaten dan Daerah Kota tidak mencakup kewenangan pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah Propinsi. Bidang pemerintahan yang wajib dilaksanakan oleh Daerah Kabupaten dan Daerah Kota meliputi pekerjaan umum, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan, pertanian, perhubungan, industri dan perdagangan, penanaman modal, lingkungan hidup, pertanahan, koperasi, dan tenaga kerja.
12. Pemerintah dapat menugaskan kepada Daerah tugas-tugas tertentu dalam rangka tugas pembantuan disertai pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaannya dan mempertanggungjawabkannya kepada Pemerintah. Setiap penugasan ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan.
B. Tabel Perbandingan Isi UU No 22/1999 dengan UU No 32/2004
Terdapat beberapa perbedaan UU 22 Tahun 1999 dan UU 32 Tahun 2004, meski kedua UU tersebut sama-sama lahir pada era reformasi dan didasari sebagai antitesa sistem sentralistik pemerintah Orde Baru. Sadu Wasistiono (2005:188-190) mencatat beberapa perbedaan antara kedua UU tersebut. Tabel berikut ini mengemukakan sebagian perbedaan-perbedaan antara kedua UU tersebut sebagaimana dikemukakan Sadu Wasistionos.
No
Aspek Perbandingan
UU No 22/1999
UU No 32/2004
1.
Dasar Filosofi.
Keanekaragaman dalam kesatuan
Keanekaragaman dalam kesatuan
2.
Pembagian Satuan Pemerintahan
Pendekatan dan besaran isi otonomi, ada daerah besar dan ada daerah kecil yang masing-masing mandiri, ada daerah dengan isi otonomi terbatas dan ada daerah dengan otonomi luas.
Pendekatan besaran dan isi otonomi dengan menekankan pada pembagian urusan yang berkeseimbangan asas eksternalitas, akuntabilitas dan efesiensi.
3.
Penggunaan Asas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.
Desentralisasi terbatas pada Daerah Propinsi dan luas pada daerah K/K. Dekosentrasi terbatas pada K/K dan luas pada Propinsi. Tugas pembantuan yang
Desentralisasi diatur berkeseimbangan antara Daerah Propinsi, dan K/K. Dekosentrasi terbatas pada K/K dan luas pada Propinsi. Tugas pembantuan yang berimbang pada semua tingkatan pemerintahan.
berimbang pada semua tingkatan pemerintahan.
4. Pola Otonomi Local Democratic Model (Model Demokrasi Lokal)
Local Democratic Model dengan Struktural Effeciency Model
4. Pola Otonomi Local Democratic Model (Model Demokrasi Lokal)
Local Democratic Model dengan Struktural Effeciency Model
5.Sistem Pertanggung-jawaban pemerintahan
Separated System ( Sistem Terpisah )
Mixed System dengan memadukan antara Integrated System (Sistem terpadu) dengan Separated system
6. Unsur pemda yang memegang peranan dominan
Badan Legislatif Daerah (legislative Heavy)
Menggunakan prinsip check and balances antara pemda dan DPRD (Sadu Wasistiono, 2005:188-190)
3.4. PERSAMAAN DAN PERBEDAAN KEBIJAKAN EKONOMI PADA MASA ORDE LAMA, ORDE BARU DAN REFORMASI
3.4.1. PERSAMAAN
1. Sama-sama masih terdapat ketimpangan ekonomi, kemiskinan, dan ketidakadilan Setelah Indonesia Merdeka, ketimpangan ekonomi tidak separah ketika zaman penjajahan namun tetap saja ada terjadi ketimpangan ekonomi, kemiskinan, dan ketidakadilan. Sehingga dapat dikatakan bahwa kaum kaya memperoleh manfaat terbesar dari pertumbuhan ekonomi yang dikatakan cukup tinggi, namun pada kenyataanya tidak merata terhadap masyarakat.
2. Adanya KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme)
3. Orde Lama; Walaupun kecil, korupsi sudah ada.
4. Orde Baru; Hampir semua jajaran pemerintah koruptor (KKN).
5. Reformasi; Walaupun sudah dibongkar dan dipublikasi di mana-mana dari media massa,media elektronik,dll tetap saja membantah melakukan korupsi.
6. Kebijakan Pemerintah Sejak pemerintahan orde lama hingga orde reformasi kini, kewenangan menjalankan anggaran negara tetap ada pada Presiden (masing-masing melahirkan individu atau pemimpin yang sangat kuat dalam setiap periode pemerintahan sehingga menjadikan mereka seperti manusia setengah dewa).
3.4.2. PERBEDAAN
A. Orde lama (Demokrasi Terpimpin) Masa Pasca Kemerdekaan (1945-1950)
1. Keadaan ekonomi keuangan pada masa awal kemerdekaan amat buruk, antara lain disebabkan oleh :
a. Inflasi yang sangat tinggi, disebabkan karena beredarnya lebih dari satu mata uang secara tidak terkendali
b. Adanya blokade ekonomi oleh Belanda sejak bulan November 1945 untuk menutup pintu perdagangan luar negeri RI
c. Kas negara kosong.
d. Eksploitasi besar-besaran di masa penjajahan.
2. Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi kesulitan-kesulitan ekonomi, antara lain :
a. Program Pinjaman Nasional dilaksanakan oleh menteri keuangan Ir. Surachman dengan persetujuan BP-KNIP, dilakukan pada bulan Juli 1946
b. Upaya menembus blokade dengan diplomasi beras ke India, mangadakan kontak dengan perusahaan swasta Amerika, dan menembus blokade Belanda di Sumatera dengan tujuan ke Singapura dan Malaysia
c. Konferensi Ekonomi Februari 1946 dengan tujuan untuk memperoleh kesepakatan yang bulat dalam menanggulangi masalah-masalah ekonomi yang mendesak, yaitu : masalah produksi dan distribusi makanan, masalah sandang, serta status dan administrasi perkebunan-perkebunan.
d. Pembentukan Planning Board (Badan Perancang Ekonomi) 19 Januari 1947. Rekonstruksi dan Rasionalisasi Angkatan Perang (Rera) 1948, mengalihkan tenaga bekas angkatan perang ke bidang-bidang produktif.
e. Kasimo Plan yang intinya mengenai usaha swasembada pangan dengan beberapa petunjuk pelaksanaan yang praktis. Dengan swasembada pangan, diharapkan perekonomian akan membaik (mengikuti Mazhab Fisiokrat : sektor pertanian merupakan sumber kekayaan)
B. Masa Demokrasi Liberal (1950-1957)
Masa ini disebut masa liberal, karena dalam politik maupun sistem ekonominya menggunakan prinsip-prinsip liberal. Perekonomian diserahkan pada pasar sesuai teori-teori mazhab klasik yang menyatakan laissez faire laissez passer. Padahal pengusaha pribumi masih lemah dan belum bisa bersaing dengan pengusaha nonpribumi, terutama pengusaha Cina. Pada akhirnya sistem ini hanya memperburuk kondisi perekonomian Indonesia yang baru merdeka.
Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi masalah ekonomi, antara lain :
1. Gunting Syarifuddin, yaitu pemotongan nilai uang (sanering) 20 Maret 1950, untuk mengurangi jumlah uang yang beredar agar tingkat harga turun.
2. Program Benteng (Kabinet Natsir), yaitu upaya menumbuhkan wiraswastawan pribumi dan mendorong importir nasional agar bisa bersaing dengan perusahaan impor asing dengan membatasi impor barang tertentu dan memberikan lisensi impornya hanya pada importir pribumi serta memberikan kredit pada perusahaan-perusahaan pribumi agar nantinya dapat berpartisipasi dalam perkembangan ekonomi nasional. Namun usaha ini gagal, karena sifat pengusaha pribumi yang cenderung konsumtif dan tak bisa bersaing dengan pengusaha non-pribumi.
3. Nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia pada 15 Desember 1951 lewat UU no.24 th 1951 dengan fungsi sebagai bank sentral dan bank sirkulasi.
4. Sistem ekonomi Ali-Baba (kabinet Ali Sastroamijoyo I) yang diprakarsai Mr Iskak Cokrohadisuryo, yaitu penggalangan kerjasama antara pengusaha cina dan pengusaha pribumi. Pengusaha non-pribumi diwajibkan memberikan latihan-latihan pada pengusaha pribumi, dan pemerintah menyediakan kredit dan lisensi bagi usaha-usaha swasta nasional. Program ini tidak berjalan dengan baik, karena pengusaha pribumi kurang berpengalaman, sehingga hanya dijadikan alat untuk mendapatkan bantuan kredit dari pemerintah.
5. Pembatalan sepihak atas hasil-hasil Konferensi Meja Bundar, termasuk pembubaran Uni Indonesia-Belanda. Akibatnya banyak pengusaha Belanda yang menjual perusahaannya sedangkan pengusaha-pengusaha pribumi belum bisa mengambil alih perusahaan-perusahaan tersebut.
C. Masa Demokrasi Terpimpin (1959-1967)
Sebagai akibat dari dekrit presiden 5 Juli 1959, maka Indonesia menjalankan sistem demokrasi terpimpin dan struktur ekonomi Indonesia menjurus pada sistem etatisme (segala-galanya diatur oleh pemerintah). Dengan sistem ini, diharapkan akan membawa pada kemakmuran bersama dan persamaan dalam sosial, politik,dan ekonomi (mengikuti Mazhab Sosialisme).
D. Orde Baru/ Orba (Demokrasi Pancasila)
Pada masa orde baru, pemerintah menjalankan kebijakan yang tidak mengalami perubahan terlalu signifikan selama 32 tahun. Dikarenakan pada masa itu pemerintah sukses menghadirkan suatu stablilitas politik sehingga mendukung terjadinya stabilitas ekonomi. Karena hal itulah maka pemerintah jarang sekali melakukan perubahan-perubahan kebijakan terutama dalam hal anggaran negara.
Pada masa pemerintahan orde baru, kebijakan ekonominya berorientasi kepada pertumbuhan ekonomi. Kebijakan ekonomi tersebut didukung oleh kestabilan politik yang dijalankan oleh pemerintah. Hal tersebut dituangkan ke dalam jargon kebijakan ekonomi yang disebut dengan Trilogi Pembangungan, yaitu stabilitas politik, pertumbuhan ekonomi yang stabil, dan pemerataan pembangunan.
E. Masa Reformasi (Demokrasi Liberal)
Pada masa krisis ekonomi,ditandai dengan tumbangnya pemerintahan Orde Baru kemudian disusul dengan era reformasi yang dimulai oleh pemerintahan Presiden Habibie. Pada masa ini tidak hanya hal ketatanegaraan yang mengalami perubahan, namun juga kebijakan ekonomi. Sehingga apa yang telah stabil dijalankan selama 32 tahun, terpaksa mengalami perubahan guna menyesuaikan dengan keadaan. Pemerintahan presiden BJ.Habibie yang mengawali masa reformasi belum melakukan manuver-manuver yang cukup tajam dalam bidang ekonomi. Kebijakan-kebijakannya diutamakan untuk mengendalikan stabilitas politik. Pada masa kepemimpinan presiden Abdurrahman Wahid pun, belum ada tindakan yang cukup berarti untuk menyelamatkan negara dari keterpurukan. Padahal, ada berbagai persoalan ekonomi yang diwariskan orde baru harus dihadapi, antara lain masalah KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme), pemulihan ekonomi, kinerja BUMN, pengendalian inflasi, dan mempertahankan kurs rupiah. Malah presiden terlibat skandal Bruneigate yang menjatuhkan kredibilitasnya di mata masyarakat. Akibatnya, kedudukannya digantikan oleh presiden Megawati. Masa kepemimpinan Megawati Soekarnoputri mengalami masalah-masalah yang mendesak untuk dipecahkan adalah pemulihan ekonomi dan penegakan hukum.
Di masa ini juga direalisasikan berdirinya KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), tetapi belum ada gebrakan konkrit dalam pemberantasan korupsi. Padahal keberadaan korupsi membuat banyak investor berpikir dua kali untuk menanamkan modal di Indonesia, dan mengganggu jalannya pembangunan nasional. Masa Kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono terdapat kebijakan kontroversial yaitu
mengurangi subsidi BBM, atau dengan kata lain menaikkan harga BBM. Kebijakan ini dilatar belakangi oleh naiknya harga minyak dunia. Anggaran subsidi BBM dialihkan ke subsidi sektor pendidikan dan kesehatan, serta bidang-bidang yang mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat. Kebijakan kontroversial pertama itu menimbulkan kebijakan kontroversial kedua, yakni Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi masyarakat miskin. Kebanyakan BLT tidak sampai ke tangan yang berhak, dan pembagiannya menimbulkan berbagai masalah sosial.Kebijakan yang ditempuh untuk meningkatkan pendapatan perkapita adalah mengandalkan pembangunan infrastruktur massal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi serta mengundang investor asing dengan janji memperbaiki iklim investasi. Salah satunya adalah diadakannya Indonesian Infrastructure Summit pada bulan November 2006 lalu, yang mempertemukan para investor dengan kepala-kepala daerah. Menurut Keynes, investasi merupakan faktor utama untuk menentukan kesempatan kerja. Mungkin ini mendasari kebijakan pemerintah yang selalu ditujukan untuk memberi kemudahan bagi investor, terutama investor asing, yang salah satunya adalah revisi undang-undang ketenagakerjaan.
3.5. KELEBIHAN DAN KELEMAHAN OTONOMI DAERAH
3.5.1. Kelebihan Otonomi Daerah Kelebihan otonomi daerah adalah bahwa dengan otonomi daerah maka pemerintah daerah akan mendapatkan kesempatan untuk menampilkan identitas lokalyang ada di masyarakat. Berkurangnya wewenang dan kendali pemerintah pusatmendapatkan respon tinggi dari pemerintah daerah dalam menghadapi masalah yangberada di daerahnya sendiri. Bahkan dana yang diperoleh lebih banyak daripada yangdidapatkan melalui jalur birokrasi dari pemerintah pusat. Dana tersebut memungkinkanpemerintah lokal mendorong pembangunan daerah serta membangun program promosikebudayaan dan juga pariwisata. Dengan melakukan otonomi daerah maka kebijakan-kebijakan pemerintah akan lebih tepat sasaran, hal tersebut dikarenakan pemerintah daerah cinderung
lebih mengerti keadaan dan situasi daerahnya, serta potensi-potensi yang ada di daerahnya daripadapemerintah pusat. Contoh di Maluku dan Papua program beras miskin yang dicanangkanpemerintah pusat tidak begitu efektif, hal tersebut karena sebagian penduduk disana tidakbisa menkonsumsi beras, mereka biasa menkonsumsi sagu, maka pemeritah disana hanyamempergunakan dana beras meskin tersebut untuk membagikan sayur, umbi, danmakanan yang biasa dikonsumsi masyarakat. Selain itu, denga system otonomi daerahpemerintah akan lebih cepat mengambil kebijakan-kebijakan yang dianggap perlu saatitu, yanpa harus melewati prosedur di tingkat pusat. 3.5.2. Kelemahan Otonomi Daerah Kelemahan dari otonomi daerah adalah adanya kesempatan bagi oknum-oknum di pemerintah daerah untuk melakukan tindakan yang dapat merugikaNegara dan rakyat seperti korupsi, kolusi dan nepotisme. Selain itu terkadang adakebijakan-kebijakan daerah yang tidak sesuai dengan konstitusi Negara yang dapatmenimbulkan pertentangan antar daerah satu dengan daerah tetangganya, atau bahkandaerah dengan Negara, seperti contoh pelaksanaan Undang-undang Anti Pornografi ditingkat daerah. Hal tersebut dikarenakan dengan system otonomi daerah maka pemerintahpusat akan lebih susah mengawasi jalannya pemerintahan di daerah, selain itu karenamemang dengan sistem.otonomi daerah membuat peranan pemeritah pusat tidak begituberarti. Otonomi daerah juga menimbulkan persaingan antar daerah yang terkadang dapat memicu perpecahan. Contohnya jika suatu daerah sedang mengadakan promosi pariwisata, maka daerah lain akan ikut melakukan hal yang sama seakan timbul persaiangan binis antar daearah. Selain itu otonomi daerah membuat kesenjangan ekonomi yang terlampau jauh antar daerah. Daerah yang kaya akan semakin gencar melakukan pembangunan sedangkan daerah yang pendapatannya kurang akan tetap begitu-begitu saja tanpa ada pembangunan.Hal ini sudah sangat menghawatirkan karena ini sudah melanggar pancasila sila ke-lima, yaitu ‘’Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia’’.
BAB IV
PENUTUPAN
4.1. KESIMPULAN
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan sebagai berikut :
Otonomi adalah memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk kreatif dan inovatif dalam rangka memperkuat NKRI dengan berlandaskan norma kepatutan dan kewajaran dalam tata kehidupan bernegara.
Visi otonomi daerah dirumuskan dalam tiga ruang lingkup utama yaitu politik, ekonomi, sosial dan budaya. Peraturan perundang-undangan pertama yang mengatur pemerintahan daerah pasca proklamasi kemerdekaan adalah UU No. 1 tahun 1945. kemudian diganti dengan UU No. 22 tahun 1948. UU ini, muncul beberapa UU tentang pemerintah daerah, yaitu UU No 1 tahun 1957, UU No 18 Tahun 1965 dan UU No. 5 Tahun 1974. Tiga tahun setelah implementasi UU No.22 Tahun 1999, dilakukan peninjauan dan revisi terhadap UU yang berakhir pada lahirnya UU No.32 Tahun 2004 juga mengatur tentang pemerintah daerah.
Pembagian kekuasaan antara pusat dan daerah dilakukan berdasarkan prinsip negara kesatuan tetapi dengan semangat federalisme. Pemerintah pusat memiliki kewenangan mengawasi daerah otonom, tetapi pengawasan ini diimbangi dengan kewenangan daerah otonom yang lebih besar atau sebaliknya, sehingga terjadi keseimbangan kekuasaan.
PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH DALAM ERA REFORMASI
Page 28
Beberapa kesalah pahaman mengenai pelaksanaan otonomi daerah seperti : otonomi dikaitkan semata-mata dengan uang, daerah belum siap dan belum mampu, Pemerintah pusat akan melepaskan tanggung jawabnya untuk membantu dan membina daerah, Daerah dapat melakukan apa saja dan Otonomi daerah akan menciptakan raja-raja kecil di daerah dan memindahkan korupsi kedaerah.
Otonomi daerah diharapkan dapt mempercepat pertumbuhan dan pembangunan daerah. Kebijakan sentralisasi pada masa lalu dampaknya sudah diketahui, yaitu adanya ketimpangan antar daerah. faktor-faktor prakondisi yang diharapkan pemerintah daerah, antara lain : fasilitas, pemda harus kreatif, Politik lokal yang stabil, pemda harus menjamin kesinambungan berusaha, pemda harus komunikatif dengan LSM / NGO, terutama dalam bidang perburuhan dan lingkungan hidup.
Kelebihan otonomi daerah adalah bahwa dengan otonomi daerah maka pemerintah daerah akan mendapatkan kesempatan untuk menampilkan identitas lokalyang ada di masyarakat, kebijakan-kebijakan pemerintah akanlebih tepat sasaran. Kelemahan dari otonomi daerah adalah adanya kesempatan bagioknum-oknum di pemerintah daerah untuk melakukan tindakan yang dapat merugikaNegara dan rakyat seperti korupsi, kolusi dan nepotisme. Selain itu terkadang ada kebijakan-kebijakan daerah yang tidak sesuai dengan konstitusi Negara yang dapatmenimbulkan pertentangan antar daerah satu dengan daerah tetangganya, atau bahkandaerah dengan Negara, Otonomi daerah juga menimbulkan persaingan antar daerah yang terkadang dapat memicu perpecahan.
4.2. SARAN
Pemerintah pusat tetap harus mengatur dan menjalankan urusan di beberapa sektor di tingkat kabupaten dan menjamin bahwa pemerintah lokal punya kapasitas dan mekanisme bagi pengaturan hukum tambahan atas bidang-bidang tertentu danpenyelesaian perselisihan. Selain itu, pemerintah pusat juga harus menguji kembali dan memperketat kriteria pemekaran wilayah dengan lebih mengutamakan
PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH DALAM ERA REFORMASI
Page 29
kelangsungan hidup ekonomi kedua kawasan yang bertikai, demikian pula tentang pertimbangan keamanan.
Kalau perlu, sebaiknya pemerintah pusat membuat suatu lembaga independen ditingkat daerah untuk mengawasi jalannya pemerintahan. Tidak hanya mengawasi dan menindak pelanggaran korupsi seperti yang tengah gencar dilakukan KPK, tetapi juga mengawasi setiap kebijakan dan jalannya pemerintahan dimana lembaga ini dapat melaporkan segala tidakan-tindakan pemeritah daerah yang dianggap merugikan rakyat didaerah itu sendiri.
Perlu adanya bentuk pengawasan yang baik yang dilakukan oleh pemerintah pusat sehingga jangan sampai terjadi berbagai kebijakan yang merusak lingkungan yang terjadi di setiap kabupaten atau kota yang ada di Indonesia. Pemerintah Pusat harus aktif dalam melakukan pengawasan sehingga pembangunan yang berwawasan lingkungan dapat dijalankan dengan baik oleh pemerintah Indonesia baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
untuk mewujudkan prospek otonomi daerah dimasa mendatang, perlu suatu kondisi yang kondusif diantaranya :
1. adanya komitmen politik dari seluruh komponen bangsa terutama pemerintah dan lembaga perwakilan untuk mendukung dan memperjuangkan implementasi kebijakan otonomi daerah
2. adanya konsistensi kebijakan penyelenggaraan negara terhadap implementasi kebijakan otonomi daerah
3. kepercayaan dan dukungan dari masyarakat dan semua elemen daerah dalam mewujudkan ciga-cita otonomi daerah
DAFTAR PUSTAKA
http://miellahsmartflower.blogspot.com/2010/12/makalah-otonomi-daerah.html
http://sultanahamu.blogspot.com/2010/07/kelebihan-dan-kekurangan-otonomi-daerah.html
http://damianusdanielding.blogspot.com/