CARI

MAKALAH EKONOMI PENGGADAIAN

DAFTAR ISI
Cover .............................................................................................................................  i
KATA PENGANTAR ...............................................................................................  ii
DAFTAR ISI ............................................................................................................... iii
BAB  I   PENDAHULUAN .............................................................................................
1.1  Latar Belakang ...................................................................................................
1.2  Rumusan Masalah...............................................................................................
1.3  Tujuan Penulisan ................................................................................................
BAB II  PEMBAHASAN.................................................................................................
2.1 Pengertian Pegadaian Syariah .............................................................................
2.2 Jenis-jenis Akad dalam Pegadaian Syariah..........................................................
2.3 Dasar Hukum Pegadaian Syariah.........................................................................
2.4 Sejarah Pegadaian Syariah...................................................................................
2.5 Rukun dan Syarat Gadai......................................................................................
2.6 Sumber Pendanaan dan Barang Jaminan Pegadaian Syariah...............................
2.7 Tujuan Dan Manfaat Pegadaian...........................................................................
2.9 Mekanisme Produk Pegadaian Syariah................................................................
BAB  III  PENUTUP........................................................................................................
3.1 Kesimpulan..........................................................................................................  
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Perkembangan produk-produk yang berbasis syariah dibidang lembaga keuangan semakin marak sekarang ini, tidak terkecuali dengan pegadaian. Pegadaian pun mengeluarkan produk yang berbasis syariah, yang mana sering disebut sebagai pegadaian syariah. Pegadaiaan syariah memiliki karakteristik yang berbeda dengan pegadaian umum (konvensional), karakteristik tersebut sebagaimana yang tertera dalam prinsip syariah mengenai lembaga keuangan, yaitu tidak adanya praktik-praktik yang diharamkan dalam prinsip syariah seperti riba, gharar, dan maisir.
Guna menghindari praktik-praktik yang diharamkan dalam prinsip islam, maka dalam operasional kegiatan pegadaian syariah menggunakan dua akad, yaitu akad rahn dan akad ijarah. Dengan menggunakan dua akad tersebut kegiatan usaha yang dijalankan oleh pegadaian syariah dinilai dapat menghindari praktik-praktik yang diharamkan.
1.2  Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan dibahas pada makalah ini adalah sebagai berikut:
                        1.      apa pengertian pegadaian dan pegadaian syariah?
                        2.      Apa landasan hukum pegadaian syariah?
                        3.      Bagaimana sejarah dan perkembangan pegadaian secara umum dan khusus (syariah)?
                        4.      Apa saja jenis-jenis akad di dalam pegadaian syariah?
                        5.      Bagaimana mekanisme kerja pada pegadaian syariah dan pegadaian konvensional?
1.3  Tujuan Penulisan
Tujuan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah “Lembaga Keuangan Syariah” yang diberikan oleh dosen pembimbing dan untuk mengetahui berbagai pengetahuan tentang “Pegadaian Syariah” yang akan dibahas dalam makalah ini.
BAB II
PEMBAHASAAN
2.1           Pengertian Pegadaian Syariah
Pegadaian Syariah (Ar-Rahn) adalah menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya. Barang yang ditahan tersebut memiliki nilai ekonomis. Dengan demikian pihak yang menahan memperoleh jaminan untuk dapat mengambil kembali seluruh atau sebagian piutangnya. Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa rahn adalah semacam jaminan utang atau gadai.[1]
Pegadaian menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1150 disebutkan: “Gadai adalah suatu hak yang diperoleh seorang yang berpiutang atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang berutang atau oleh oranng lain atas namanya, dan yang memberikan kekuasaan kepada oran yang berpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan daripada orang yang berpiutang lainnya, dengan pengecualian biaya untuk melelag barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkannya setelah barang itu digadaikan, biaya-biaya mana harus didahulukan.” [2]
Perusahaan umum pegadaian adalah suatu badan usaha di Indonesia yang secara resmi mempunyai izin untuk melaksanakan kegiatan lembaga keuangan berupa pembiayaan dalam bentuk penyaluran dana masyarakat atas dasar hukum gadai.
Atau lebih jelasnya, gadai adalah akad pinjam meminjam dengan menyebabkan barang sebagai tanggungan utang atau jaminan atas utang. [3]
2.2         Jenis-jenis Akad dalam Pegadaian Syariah
Ada beberapa jenis akad dalam pegadaian syariah, yaitu:
2.2.1   Akad Qard Al-Hasan
Akad qard al-hasan adalah suatu akad yang dibuat oleh pihak pemberi gadai dengan pihak penerima gadai dalam hal transaksi gadai harta benda yang bertujuan untuk mendapatkan uang tunai yang diperuntukkan untuk konsumtif. Zainuddin Ali, Hukum Gadai Syariahop.cit, h.83.[4]
2.2.2   Akad Mudharabah
Akad mudharabah adalah suatu akad yang dilakukan oleh pihak pemberi gadai (rahin) dengan pihak penerima gadai (murtahin). Pihak pemberi gadai atau orang yang menggadaikan harta benda sebagai jaminan untuk menambah modal usahanya atau pembiayaan produktif.[5]
2.2.3   Akad Ba’i Muqayyadah
Akad ba’i muqayyadah adalah akad yang dilakukan oleh pemilik sah harta benda barang gadai dengan pengelola barang gadai agar harta benda dimaksud, mempunyai manfaat yang prosuktif.[6]
2.2.4   Akad Ijarah
Akad Ijarah Adalah akad yang objeknya merupakan penukaran manfaat harta benda pada masa tertentu, yaitu pemilikan manfaat dengan imbalan, sama dengan seseorang menjual manfaat barang.[7]
2.2.5   Akad Musyarakah Amwal Al-‘Inan
Akad musyarakah amwal al-‘inan adalah suatu transaksi dalam bentuk perserikatan antara dua pihak atau lebih yang disponsori oleh pegadaian syariah untuk berbagai hasil, berbagai kontribusi, berbagai kepemilikan, dan berbagai resiko dalam sebuah usaha.[8]

2.3          Sejarah Pegadaian Syariah
Pegadaian merupakan lembaga pembiayaan/ pengkreditan dengan sistem gadai. Pegadaian modern pada awalnya berkembang di Italia yang kemudian dipraktikkan di wailayah Eropa lainnya, seperti Inggris dan Belanda. Sistem gadai tersebut memasuki Indonesia dibawa dan dikembangkan oleh VOC.
Peda mulanya usaha pegadaian di Indonesia dilaksanakan oleh pihak swasta, kemudian pada awal abad ke 20 oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda melalui Staatsblad tahun 1901 Nomor 131 tanggal 12 Maret 1901 didirikan rumah gadai pemerintah (Hindia Belanda) [9]  pertama di Sukabumi, Jawa Barat. Dengan dikeluarkannya peraturan tersebut, maka pelaksanaan gadai dilakukan oleh pemerintah Hindia Belanda, selanjutnya dengan Staatsblad 1930 No 266 Rumah Gadai tersebut mendapat status Dinas pegadaian sebagai perusahaan Negara dalam arti undang-undang perusahaan Hindia Belanda.
Adapun pegadaian syariah merupakan sebuah lembaga yang relatif baru di Indonesia. Fungsi operasi pegadaian syariah dijalankan oleh kantor-kantor cabang pegadaian Syariah/Unit Layanan Gadai Syariah (ULGS) sebagai satu unit organisasi dibawah binaan Divisi Usaha Lain Perum Pegadaian.
ULGS ini merupakan unit bisnis mandiri yang secara struktural terpisah pengelolaannya dari usaha  gadai konvensional. Pegadaian syariah pertama kali berdiri di Jakarta dengan nama Unit Layanan Gadai Syariah (ULGS) cabang Dewi Sartika di bulan Januari tahun 2003. Menyusul kemudian pendirian ULGS di Surabaya, Makasar, Semarang, Surakarta, dan Yogyakarta di tahun yang sama hingga September 2003. Masih di tahun yang sama pula, 4 kantor cabang Pegadaian di Aceh dikonversikan menjadi Pegadaian Syariah.
Beberapa bank umum syariah yang ada di Indonesia pun telah terjun di pasar pegadaian dengan menjalankan prinsip syariah. Ada bank syariah yang  bekerja sama dengan Perum Pegadaian membentuk Unit Layanan Gadai Syariah di beberapa kota di Indonesia dan beberapa bank umum syariah lainnya menjalankan kegiatan pegadaian syariah sendiri.[10]
2.4         Dasar Hukum Pegadaian Syariah
Landasan hukum pegadaian syari’ah adalah kisah dimasa Rasulullah, ketika seseorang menggadaikan kambingnya. Saat itu Rasulullah ditanya oleh salah seorang sahabatnya: bolehkah kambingnya diperah? Nabi mengizinkan, sekedar untuk  menutup biaya pemeliharaan. Artinya, Rasulullah mengizinkan bagi penerima gadai untuk mengambil keuntungan dari barang yang digadaikan untuk menutup biaya pemeliharaan.[11] Biaya pemeliharaan inilah yang kemudian dijadikan objek ijtihad dari para pengkaji keuangan syari’ah, sehingga gadai ini menjadi produk keuangan syari’ah yang cukup menjanjikan.[12]
Beberapa landasan hukum pegadaian syari’ah:
2.4.1   Al-Qur’an
Firman Allah dalam QS. al-Baqarah:283,
Artinya: jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, Maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, Maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) Menyembunyikan persaksian. dan Barangsiapa yang menyembunyikannya, Maka Sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.
2.4.2   Al-Hadits
a.              Bukhari dan lainnya meriwayatkan dari Aisyah berkata, “ Rasulullah pernah memberi makanan dari orang Yahudi dan beliau menggadaikan kepadanya baju besi beliau.” (HR. Bukhari dan Muslim).
b.             Dari Anas ra berkata, Rasulullah SAW menggadaikan baju besinya kepada orang Yahudi di Madinah dan mengambil darinya gandum untuk keluarga beliau. (HR. Bukhari, Ahmad, Nasa’i dan Ibnu Majah).
c.              Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah saw berkata, “ apabila ada ternak digadaikan, maka punggungnya boleh dinaiki (oleh orang yang menerima gadai), karena ia telah mengeluarkan biaya (menjaga-nya). Apabila ternak itu digadaikan, maka air susunya yang deras boleh diminum (oleh orang yang menerima gadai), karena ia telah mengeluarkan biaya (menjaga-nya). Kepada orang yang naik dan minum, maka ia harus mengeluarkan biaya (perawatan)-nya.”
d.             (HR. Jamah kecuali Muslim dan Nasa’i).
e.              Dari Abu Hurairah ra bahwasanya Rasulullah saw berkata, “barang yang digadaikan itu tidak boleh ditutup dari pemilik yang menggadaikannya. Baginya adalah keuntungan dan tanggung jawabnya ialah bila ada kerugian (atau biaya).” (HR. Syafi’i dan Daruqutni).[13]
2.4.3   Ijtihad Ulama’
Jumhur ulama’ menyepakati kebolehan status hukum gadai. Hal dimaksud, berdasarkan pada kisah nabi Muhammad saw. yang menggadaikan baju besinya untuk mendapatkan makanan dari seorang Yahudi. Para ulama’ juga mengambil indikasi dari contoh nabi Muhammad saw. tersebut, ketika beliau beralih dari yang biasanya bertransaksi kepada para sahabat yang kaya kepada seorang Yahudi, bahwa hal itu tidak lebih sebagai sikap nabi Muhammad saw. yang tidak mau memberatkan para sahabat yang biasanya enggan mengambil ganti ataupun harga yang diberikan nbi Muhammad saw. Kepada mereka.[14]
2.4.4   Fatwa Dewan Syariah Nasional
Fatwa Dewan Sayariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) menjadi salah satu rujukan yang berkenaan gadai syariah, diantaranya dikemukakan sebagai berikut:
a)             Fatwa DSN-MUI No: 25/DSN-MUI/III/2002, tentang Rahn.
b)             Fatwa DSN-MUI No: 26/DSN-MUI/III/2002, tentang Rahn Emas.[15]
2.5         Rukun dan Syarat Gadai[16]
Transaksi gadai menurut syariah haruslah memenuhi rukun dan syarat tertentu, yaitu:
2.5.1   Rukun Gadai:
1)             adanya ijab dan kabul.
2)             adanya pihak yang berakad, yaitu pihak yang menggadaikan (rahn) dan yang menerima gadai (murtahin).
3)             adanya jaminan (marhun) berupa barang atau harta.
4)             adanya utang (marhun bih).
2.5.2   Syarat sah Gadai:
1)             rahn dan murtahin
Dengan syarat-syarat: kemampuan juga berarti kelayakan seseorang untuk melakukan transaksi pemilikan, setiap orang yang sah melakukan jual beli sah melakukan gadai.
2)             Akad (Shighat)
Shighah tidak boleh terikat dengan syarat tertentu dan juga dengan waktu di masa mendatang.
3)             Utang (Marhun bih)
Dengan syarat harus merupakan hak yang wajib diberikan dan diserahkan kepada pemiliknya, memungkinkan pemanfaatannya bila sesuatu yang menjadi hutang itu tidak bisa dimanfaatkan maka tidak sah, harus dikuantifikasi atau dapat dihitung jumlahnya bila tidak dapat diukur atau tidak dapat dihitung, rahn itu tidak sah.
4)             Barang (Marhun)
Dengan syarat harus bisa diperjualbelikan, harus berupa harta yang bernilai, marhun harus bisa dimanfaatkan secara syariah, harus diketahui keadaan fisiknya, harus dimiliki oleh rahn setidaknya harus seizin pemiliknya. [17]
2.6         Sumber Pendanaan dan Barang Jaminan Pegadaian Syariah
Pegadaian sebagai lembaga keuangan tidak diperkenankan menghimpun dana secara langsung dari masyarakat dalam bentuk simpanan, misalnya giro, deposito, dan tabungan. Untuk memenuhi kebutuhan dananya, perum pegadaian memiliki sumber-sumber dana sebagai berikut:
1.             Modal sendiri
2.             Penyertaan modal pemerintah
3.             Pinjamana jangka pendek dari perbankan
4.             Pinjamana jangka panjang yang berasal dari Kredit Lunak Bank Indonesia
5.             Dari masyarakat melalui penerbitan obligasi.
Aspek syariah tidak hanya menyentuh bagian operasionalnya saja, pembiayaan kegiatan dan pendanaan bagi nasabah, harus diperoleh dari sumber yang benar-benar terbebas dari unsur riba.[18]
Barang Jaminan Pegadaian Syariah
Jenis barang yang dapat diterima sebagai barang jaminan pada prinsipnya adalah barang bergerak, antara lain :
1.             Barang-barang perhiasan yakni semua perhiasan yang dibuat dari emas, perhiasan perak, platina, baik yang dihiaskan intan, mutiara.
2.             Barang-barang elektronik seperti laptop, TV, kulkas, radio, tape recorder, vcd/dvd, radio kaset.
3.             Kendaraan seperti sepeda, sepeda motor dan mobil.
4.             Barang-barang rumah tangga.
5.             Mesin seperti mesin jahit, mesin motor kapal.[19]
6.             Tekstil.
7.             Barang-barang lain yang dianggap bernilai seperti surat-surat berharga baik dalam bentuk saham, obligasi maupun surat-surat berharga lainnya.
2.7         Tujuan Dan Manfaat Pegadaian
Sifat usaha pegadaian pada prinsipnya menyediakan pelayanan bagi kemanfaatan masyarakat umum dan sekaligus memupuk keuntungan berdasarkan prinsip pengolahan yang baik. Oleh karena itu, Perum Pegadaian bertujuan sebagai berikut:
1.             Turut melaksanakan dan menunjang pelaksanaan kebijaksanaan dan program pemerintah di bidang ekonomi dan pembangunan nasional pada umumnya melalui penyaluran uang pembiayaan/pinjaman atas dasar hukum gadai.
2.             Pencegahan praktik ijon, pegadaian gelap, dan pinjaman tidak wajar lainnya.
3.             Pemanfaatan gadai bebas bunga pada gadai syariah memiliki efek jaring pengaman sosial karena masyarakat yang butuh dan mendesak tidak lagi dijerat pinjaman/pembiayaan bebrbasis bunga.
4.             Membantu orang-orang yang membutuhkan pinjaman dengan syariah mudah.
Adapun manfaat pegadaian. Antara lain:
1.             Bagi nasabah: tersedianya dana dengan prosedur yang relatif lebih sederhana dan dalam waktu yang lebih cepat dibandingkan dengan pembiayaan/kredit perbankan. Disamping itu, nasabah juga mendapat manfaat penakasiran nilai suatu barang bergerak secara Profesional. Mendapatkan fasilitas penitipan barang bergerak yang aman dan dapat dipercaya.
2.             Bagi perusahaan pegadaian:
1)             Penghasilam yang bersumber dari sewa modal yang dibayarkan oleh peminjam dana; [20]
2)             Penghasilan yang bersumber dari ongkos yang dibayarkan oleh nasabah memperoleh jasa tertentu. Bagi bank syariah yang mengeluarkan produk gadai syariah dapat mendapat keuntungan dari pembebanan biaya administrasi dan biaya sewa tempat penyimpanan emas.
3)             Pelaksanaan misi perum pegadaian sebagai BUMN yang bergerak di bidang pembiayaan berupa pemberian bantuan kepada masyarakat yang memerlukan dana dengan prosedur yang relatif sederhana;
4)             Berdasarkan PP No. 10 Tahun 1990, laba yang diperoleh digunakan untuk:
a.             Dana pembangunan semesta (55%)
b.             Cadangan umum (20%)
c.             Cadangan tujuan (5%)
d.            Dana sosial (20%)[21]
2.8         Mekanisme Produk Pegadaian Syariah
2.8.1   Produk gadai (ar-rahn)[22]
Untuk mengajukan permohonan permintaan gadai, calon nasabah harus terlebih dahulu memenuhi ketentuan berikut :
1.      Membawa fotocopy KTP atau identitas lainnya
2.      Mengisi formulir permintaan rahn
3.      Menyerahkan barang jaminan (marhun) bergerak, seperti:
a.         Perhiasan emas, berlian
b.         Kendaraan bermotor
c.         Barang-barang elektronik
Selanjutnya prosedur pemberian pinjaman marhun bih dilakukan melalui tahapan berikut :
1.      Nasabah mengisi formulir permintaan rahn.
2.      Nasabah menyerahkan formulir permintaan rahn yang dilampiri dengan fotocopy; identitas serta barang jaminan ke loket.
3.      Petugas pegadaian menaksir (marhun) agunan yang di serahkan.
4.      Besarnya pinjaman/marhun bih adalah sebesar 90% dari taksiran marhun.
5.      Apabila di sepakati besarnya pinjaman, nasabah menandatangani akad dan menerima uang pinjaman.
Penggolongan pinjaman dan biaya administrasi yang di terapkan pada gadai syariah dapat dilihat dari tabel berikut :
Penggolongan pinjaman dan biaya administrasi:
Golongan Marhun Bih
Plafon Marhun Bih
(Rp)
Biaya Administrasi (Rp)
A
20.000
150.000
1000
B
151.000
500.000
5000
C
501.000
1.000.000
8000
D
1.005.000
5.000.000
16.000
E
5.010.000
10.000.000
25.000
F
10.050.000
20.000.000
40.000
H
20.100.000
50.000.000
50.000
G
50.100.000
200.000.000
60.000
Tarif Ijarah:
No.
Jenis Marhun
Perhitungan Tarif
1
Emas, berlian
Taksiran/Rp.10.000 x Rp.85 x jangka waktu/10
2
Elektronik
Taksiran/Rp.10.000 x Rp.90 x jangka waktu/10
3
Kendaraan Bermotor
Taksiran/Rp.10.000 x Rp.95 x jangka waktu/10
a.       Tarif ijarah dihitung dari nilai taksiran barang jaminan atau marhun.
b.      Tarif ijarah dihitung dengan kelipatan 10 hari, 1 hari dihitung 10 hari.
Sebagai simulasi, misalnya nasabah memiliki barang jaminan berupa emas dengan nilai taksiran Rp.10.000.000 maka marhun bih maksimum yang dapat diperoleh nasabah tersebut sebesar Rp.9.000.000 (90% x taksiran). Maka besarnya ijarah yang menjadi kewajiban nasabah per 10 hari adalah Rp. 10.000.000,-/ Rp. 10.000,- x Rp. 85 x 10/10 = Rp. 85.000,-. Jika nasabah menggunakan marhun bih selama 25 hari, berhubung ijarah ditetapkan dengan kelipatan per 10 hari, maka besarnya ijarah adalah Rp. 255.000 (85.000 x 3). Ijarah dibayarkan pada saat nasabah melunasi atau memperpanjang Marhun Bih.
2.8.2   Produk Arrum[23]
Arrum merupakan singkatan dari ar-rahn untuk usaha mikro kecil yang merupakan pembiayaan bagi para pengusaha mikro kecil, untuk pengembangan usaha dengan berprinsip syariah.
Untuk memperoleh pembiayaan produk arrum ini, calon nasabah harus memenuhi beberapa persyaratan :
1.             Calon nasabah merupakan pengusaha mikro kecil dimana usahanya telah berjalan minimal 1 tahun.
2.              Memiliki kendaraan bermotor (mobil/motor) sebagai agunan pembiayaan.
3.              Calon nasabah harus melampirkan :
a.             Fotocopy KTP dan KK
b.             Fotocopy KTP suami/istri
c.             Fotocopy surat nikah
d.            Fotocopy dokumen usaha yang sah
e.             BPKB motor yang asli
f.              Fotocopy rekening koran atau tabungan
g.             Fotocopy pembayaran listrik dan telepon
h.             Fotocopy pembayaran PBB
i.               Fotocopy laporan keuangan usaha.
4.             Memenuhi kriteria pelayakan usaha.
2.8.3   Produk gadai emas di bank syariah[24]
Gadai emas merupakan produk pembiayaan atas dasar jaminan berupa emas sebagai salah satu alternatif memperoleh pembiayaan secara cepat.
Bagi calon nasabah yang ingin mengajukan pemohonan dapat mendatangi bank-bank syariah yang menyediakan fasilitas pembiayaan gadai emas dengan memenuhi persyaratan :
1.             Identitas diri KTP/SIM yang masih berlaku
2.             Perorangan WNI
3.             Cakap secara hukum
4.             Mempunyai rekening giro atau tabungan di bank syariah tersebut
5.             Menyampaikan NPWP
6.             Adanya barang jaminan berupa emas
7.             Memberikan keterangan yang diperlukan dengan benar mengenai alamat, data penghasilan dan data lainnya.
Selanjutnya pihak bank syariah akan melakukan analisis pinjaman yang meliputi :
1.             Petugas bank memeriksa kelengkapan dan kebenaran syarat-syarat calon pemohon peminjam.
2.             Penaksir melakukan analisis terbapat data pemohon, keaslian jaminan berupa emas
3.             Jika menurut analisis, pemohon layak maka bank akan menerbitkan pinjaman (qardh) dengan gadai emas.
4.             Realisasi pinjaman dapat dicairkan setelah akad pinjaman (qardh) sesuai dengan ketentuan bank.
5.             Nasabah dikenakan biaya administrasi. Contoh perhitungan :
·                Biaya sewa (BS)                             : Rp. 1.500/gram/bulan
·                Berat emas ditaksir (BED)             : 20 gram
·                Karatese emas ditaksir (KED)        : 22 karat
·                Harga standar emas 24 karat (HSE): Rp. 250.000/ gram
·                Jangka waktu sewa                         : 4 bulan
Dari data di atas diperoleh perhitungan
·                Biaya sewa tempat penyimpanan emas perhitungannya :
BED x JW x Rp. 1.500, = 20 gram x 4 bulan x Rp. 1.500 = Rp. 120.000,-
·                Harga taksiran emas :
BED x HSE x KED/ 24 karat = 20 gram x Rp. 250.000,- x 22/24 =
Rp. 4.583.333,-
·                Maksimal pinjaman :
Rp. 4.583.333,- x 80% = Rp. 3.666.666(dibulatkan kebawah) menjadi Rp.3.600.000,-
6.             Pelunasan dilakukan sekaligus pada saat jatuh tempo
7.             Apabila sampai dengan waktu yang ditetapkan nasabah tidak dapat melunasi dan proses kolektibilitas tidak dapat dilakukan, maka jaminan dijual di bawah tangan dengan ketentuan :
a.              Nasabah tidak dapat melunasi pinjaman sejak tanggal jatuh tempo pinjaman dan tidak diperbaharui.
b.             Diupayakan sepengetahuan nasabah dan kepada nasabah diberikan kesempatan untuk mencari calon pemilik.
BAB III
PENUTUP
3.1  Kesimpulan
Pegadaian Syariah (Ar-Rahn) adalah menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya. Barang yang ditahan tersebut memiliki nilai ekonomis.
Adapun pegadaian syariah merupakan sebuah lembaga yang relatif baru di Indonesia. Fungsi operasi pegadaian syariah dijalankan oleh kantor-kantor cabang pegadaian Syariah/Unit Layanan Gadai Syariah (ULGS) sebagai satu unit organisasi dibawah binaan Divisi Usaha Lain Perum Pegadaian.
Dasar hukum pegadaian syariah: Al-Quran, Hadist  dan Ijma’. Rukun gadai syariah: Adanya ijab dan Kabul, Adanya pihak yang berakad yaitu: pihak yang menggadaikan (rahn) dan yang menerima gadai (murtahin), Adanya jaminan (marhun) berupa barang atau harta dan Adanya utang (mahrun bih)
Syarat syah Gadai :Rahin dan Murtahin, Sighat, Marhun bih (utang),Marhun (barang).
Praktek Operasional Pegadaian Syariah : Produk gadai (ar-rahn), Produk Arrum, dan Produk gadai emas di bank syariah.
Tujuan Pegadaian: Pencegahan praktik ijon,pegadaian gelap, dan pinjaman tidak wajar lainnya, Membantu orang-orang yang membutuhkan pinjaman dengan syariah mudah
Manfaat Pegadaian : Bagi nasabah: tersedianya dana dengan prosedur yang relatif lebih sederhana dan dalam waktu yang lebih cepat dibandingkan dengan pembiayaan/kredit perbankan. Bagi Perushaan: Penghasilam yang bersumber dari sewa modal yang dibayarkan oleh peminjam dana,Penghasilan yang bersumber dari ongkos yang dibayarkan oleh nasabah memperoleh jasa tertentu. Bagi bank syariah yang mengeluarkan produk gadai syariah dapat mendapat keuntungan dari pembebanan biaya administrasi dan biaya sewa tempat penyimpanan emas.
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Ali Zainuddin, Hukum Gadai Syariah, Jakarta: Sinar Gafika, 2008, cet.1.
Andri Soemitra, Bank & Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta: Kencana, 2009)
Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Yogyakarta: Ekonisia, 2004.
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik
Mustafa Edwin Nasution, Pengenalan Eksklusif: Ekonomi Islam, Jakarta: Kencana, 2007.
Website:
http;//hendrakholid.net/blog/2009/05/18/pegadaian-syariah-makalah/ diunduh pada tanggal 2 April 2015 pukul 08.30
[1] Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, hal.128.
[2] Andri Soemitra, bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Jakarta : kencana Media Group  thn 2009 hal 384
[3]http;//hendrakholid.net/blog/2009/05/18/pegadaian-syariah-makalah/
diunduh pada tanggal 27 feb 2013 pukul 08.30
[4] http://adhitchmonk.blogspot.com/2011/04/tentang -pegadaian-dan-koperasi.html. diunduh pada tanggal 27 feb 2013 pukul 08.30
[5] Andri Soemitra, bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Jakarta : kencana Media Group  thn 2009 hal 388
[6] http://adhitchmonk.blogspot.com/2011/04/tentang -pegadaian-dan-koperasi.html. diunduh pada tanggal 27 feb 2013 pukul 08.30
[7] Andri Soemitra, bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Jakarta : kencana Media Group  thn 2009 hal 389
[8] Ibid hal 389
[9] Ali Zainuddin, Hukum Gadai Syariah, Jakarta: Sinar Gafika, 2008, cet.1. hal 18
[10] Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Yogyakarta: Ekonisia, 2004 hal.158-159.
[11] Ali Zainuddin, Hukum Gadai Syariah, Jakarta: Sinar Gafika, 2008, cet.1. hal 8
[12] Andri Soemitra, bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Jakarta : kencana Media Group  thn 2009 hal 385-387
[13] Andri Soemitra, bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Jakarta : kencana Media Group  thn 2009 hal 390-391
[14] Ibid hal 393-394
[15] Ibid hal 395
[16] Ibid hal 396
[17] Ibid hal 398
[1] Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, hal.128.
[2] Andri Soemitra, Bank & Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta: Kencana, 2009), h. 387.
[3] http;//hendrakholid.net/blog/2009/05/18/pegadaian-syariah-makalah/ diunduh pada tanggal 2 April 2015 pukul 08.30
[4] Zainuddin Ali, Hukum Gadai Syariahop.cit, h.83.
[5] Ibid, h. 87.
[6] Ibid, h. 92.
[7] Ibid, h.97.
[8] Ibid, h. 101.
[9] Andri Soemitra, bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Jakarta : kencana Media Group  thn 2009 hal 392
[10] Ibid hal 393
[11] Mustafa Edwin Nasution, Pengenalan Eksklusif: Ekonomi Islam, Jakarta: Kencana, 2007. hal 314
[12] Ali Zainuddin, Hukum Gadai Syariah, Jakarta: Sinar Gafika, 2008, cet.1. hal 18
[13] Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Yogyakarta: Ekonisia, 2004 hal.158-159.
[14] Ali Zainuddin, Hukum Gadai Syariah, Jakarta: Sinar Gafika, 2008, cet.1. hal 8
[15] Ibid, h. 8.
[16] Andri Soemitra, bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Jakarta : kencana Media Group  thn 2009 hal 385-387
[17] Andri Soemitra, Bank & Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta: Kencana, 2009), h. 389-390
[18] Andri Soemitra, Ibid, hlm. 398.
[19] Andri Soemitra, Ibid, hlm. 397.
[20] Andri Soemitra, Ibid, hlm. 394.
[21] Andri Soemitra, Ibid, hlm. 395.
[22] Andri Soemitra, Ibid, hlm. 398.
[23] [16] Ibid hal 396

No comments:

Post a Comment