DAFTAR ISI
Cover ............................................................................................................................. i
KATA PENGANTAR ............................................................................................... ii
DAFTAR ISI ............................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................
1.1 Latar Belakang ...................................................................................................
1.2 Rumusan Masalah...............................................................................................
1.3 Tujuan Penulisan ................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................
2.1 Pengertian Pegadaian Syariah .............................................................................
2.2 Jenis-jenis Akad dalam Pegadaian Syariah..........................................................
2.3 Dasar Hukum Pegadaian Syariah.........................................................................
2.4 Sejarah Pegadaian Syariah...................................................................................
2.5 Rukun dan Syarat Gadai......................................................................................
2.6 Sumber Pendanaan dan Barang Jaminan
Pegadaian Syariah...............................
2.7 Tujuan Dan Manfaat Pegadaian...........................................................................
2.9 Mekanisme Produk Pegadaian Syariah................................................................
BAB III
PENUTUP........................................................................................................
3.1 Kesimpulan..........................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan
produk-produk yang berbasis syariah dibidang lembaga keuangan semakin marak sekarang
ini, tidak terkecuali dengan pegadaian. Pegadaian pun mengeluarkan produk yang
berbasis syariah, yang mana sering disebut sebagai pegadaian syariah.
Pegadaiaan syariah memiliki karakteristik yang berbeda dengan pegadaian umum
(konvensional), karakteristik tersebut sebagaimana yang tertera dalam prinsip
syariah mengenai lembaga keuangan, yaitu tidak adanya praktik-praktik yang
diharamkan dalam prinsip syariah seperti riba, gharar, dan maisir.
Guna menghindari
praktik-praktik yang diharamkan dalam prinsip islam, maka dalam operasional
kegiatan pegadaian syariah menggunakan dua akad, yaitu akad rahn dan akad
ijarah. Dengan menggunakan dua akad tersebut kegiatan usaha yang dijalankan
oleh pegadaian syariah dinilai dapat menghindari praktik-praktik yang diharamkan.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun
rumusan masalah yang akan dibahas pada makalah ini adalah sebagai berikut:
1. apa
pengertian pegadaian dan pegadaian syariah?
2. Apa
landasan hukum pegadaian syariah?
3. Bagaimana
sejarah dan perkembangan pegadaian secara umum dan khusus (syariah)?
4. Apa
saja jenis-jenis akad di dalam pegadaian syariah?
5. Bagaimana
mekanisme kerja pada pegadaian syariah dan pegadaian konvensional?
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan makalah ini
adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah “Lembaga Keuangan Syariah” yang
diberikan oleh dosen pembimbing dan untuk mengetahui berbagai pengetahuan
tentang “Pegadaian Syariah” yang akan dibahas dalam makalah ini.
BAB II
PEMBAHASAAN
2.1
Pengertian Pegadaian Syariah
Pegadaian Syariah (Ar-Rahn) adalah menahan salah satu harta milik si
peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya. Barang yang ditahan
tersebut memiliki nilai ekonomis. Dengan demikian pihak yang menahan memperoleh
jaminan untuk dapat mengambil kembali seluruh atau sebagian piutangnya. Secara
sederhana dapat dijelaskan bahwa rahn adalah semacam jaminan utang atau gadai.[1]
Pegadaian menurut Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1150 disebutkan: “Gadai adalah suatu hak yang
diperoleh seorang yang berpiutang atas suatu barang bergerak, yang diserahkan
kepadanya oleh seorang berutang atau oleh oranng lain atas namanya, dan yang
memberikan kekuasaan kepada oran yang berpiutang itu untuk mengambil pelunasan
dari barang tersebut secara didahulukan daripada orang yang berpiutang lainnya,
dengan pengecualian biaya untuk melelag barang tersebut dan biaya yang telah
dikeluarkan untuk menyelamatkannya setelah barang itu digadaikan, biaya-biaya
mana harus didahulukan.” [2]
Perusahaan umum pegadaian adalah suatu badan usaha di Indonesia yang secara
resmi mempunyai izin untuk melaksanakan kegiatan lembaga keuangan berupa
pembiayaan dalam bentuk penyaluran dana masyarakat atas dasar hukum gadai.
Atau lebih jelasnya, gadai adalah akad pinjam meminjam dengan menyebabkan
barang sebagai tanggungan utang atau jaminan atas utang. [3]
2.2
Jenis-jenis Akad dalam
Pegadaian Syariah
Ada beberapa jenis akad
dalam pegadaian syariah, yaitu:
2.2.1 Akad Qard Al-Hasan
Akad qard al-hasan
adalah suatu akad yang dibuat oleh pihak pemberi gadai dengan pihak penerima
gadai dalam hal transaksi gadai harta benda yang bertujuan untuk mendapatkan
uang tunai yang diperuntukkan untuk konsumtif. Zainuddin Ali, Hukum
Gadai Syariah, op.cit, h.83.[4]
2.2.2 Akad Mudharabah
Akad mudharabah adalah
suatu akad yang dilakukan oleh pihak pemberi gadai (rahin) dengan pihak
penerima gadai (murtahin). Pihak pemberi gadai atau orang yang
menggadaikan harta benda sebagai jaminan untuk menambah modal usahanya atau
pembiayaan produktif.[5]
2.2.3 Akad Ba’i Muqayyadah
Akad ba’i muqayyadah
adalah akad yang dilakukan oleh pemilik sah harta benda barang gadai dengan
pengelola barang gadai agar harta benda dimaksud, mempunyai manfaat yang
prosuktif.[6]
2.2.4
Akad Ijarah
Akad Ijarah Adalah akad
yang objeknya merupakan penukaran manfaat harta benda pada masa tertentu, yaitu
pemilikan manfaat dengan imbalan, sama dengan seseorang menjual manfaat barang.[7]
2.2.5 Akad Musyarakah Amwal Al-‘Inan
Akad musyarakah amwal
al-‘inan adalah suatu transaksi dalam bentuk perserikatan antara dua pihak atau
lebih yang disponsori oleh pegadaian syariah untuk berbagai hasil, berbagai
kontribusi, berbagai kepemilikan, dan berbagai resiko dalam sebuah usaha.[8]
2.3
Sejarah Pegadaian Syariah
Pegadaian merupakan lembaga pembiayaan/ pengkreditan dengan sistem gadai.
Pegadaian modern pada awalnya berkembang di Italia yang kemudian dipraktikkan
di wailayah Eropa lainnya, seperti Inggris dan Belanda. Sistem gadai tersebut
memasuki Indonesia dibawa dan dikembangkan oleh VOC.
Peda mulanya usaha pegadaian di Indonesia dilaksanakan oleh pihak swasta,
kemudian pada awal abad ke 20 oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda
melalui Staatsblad tahun 1901 Nomor 131 tanggal 12 Maret 1901
didirikan rumah gadai pemerintah (Hindia Belanda) [9] pertama di Sukabumi, Jawa Barat. Dengan
dikeluarkannya peraturan tersebut, maka pelaksanaan gadai dilakukan oleh
pemerintah Hindia Belanda, selanjutnya dengan Staatsblad 1930
No 266 Rumah Gadai tersebut mendapat status Dinas pegadaian sebagai perusahaan
Negara dalam arti undang-undang perusahaan Hindia Belanda.
Adapun pegadaian syariah merupakan sebuah lembaga yang relatif baru di
Indonesia. Fungsi operasi pegadaian syariah dijalankan oleh kantor-kantor
cabang pegadaian Syariah/Unit Layanan Gadai Syariah (ULGS) sebagai satu unit
organisasi dibawah binaan Divisi Usaha Lain Perum Pegadaian.
ULGS ini merupakan unit bisnis mandiri yang secara struktural terpisah
pengelolaannya dari usaha gadai konvensional. Pegadaian syariah
pertama kali berdiri di Jakarta dengan nama Unit Layanan Gadai Syariah (ULGS)
cabang Dewi Sartika di bulan Januari tahun 2003. Menyusul kemudian pendirian
ULGS di Surabaya, Makasar, Semarang, Surakarta, dan Yogyakarta di tahun yang
sama hingga September 2003. Masih di tahun yang sama pula, 4 kantor cabang
Pegadaian di Aceh dikonversikan menjadi Pegadaian Syariah.
Beberapa bank umum syariah yang ada di Indonesia pun telah terjun di pasar
pegadaian dengan menjalankan prinsip syariah. Ada bank syariah
yang bekerja sama dengan Perum Pegadaian membentuk Unit Layanan
Gadai Syariah di beberapa kota di Indonesia dan beberapa bank umum syariah
lainnya menjalankan kegiatan pegadaian syariah sendiri.[10]
2.4
Dasar Hukum Pegadaian
Syariah
Landasan hukum pegadaian syari’ah adalah kisah dimasa Rasulullah, ketika
seseorang menggadaikan kambingnya. Saat itu Rasulullah ditanya oleh salah
seorang sahabatnya: bolehkah kambingnya diperah? Nabi mengizinkan, sekedar
untuk menutup biaya pemeliharaan. Artinya, Rasulullah mengizinkan
bagi penerima gadai untuk mengambil keuntungan dari barang yang digadaikan
untuk menutup biaya pemeliharaan.[11] Biaya
pemeliharaan inilah yang kemudian dijadikan objek ijtihad dari para pengkaji
keuangan syari’ah, sehingga gadai ini menjadi produk keuangan syari’ah yang
cukup menjanjikan.[12]
Beberapa landasan hukum pegadaian syari’ah:
2.4.1 Al-Qur’an
Firman Allah dalam QS. al-Baqarah:283,
Artinya: jika kamu
dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak
memperoleh seorang penulis, Maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang
(oleh yang berpiutang). akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian
yang lain, Maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya)
dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para
saksi) Menyembunyikan persaksian. dan Barangsiapa yang menyembunyikannya, Maka
Sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha mengetahui
apa yang kamu kerjakan.
2.4.2 Al-Hadits
a.
Bukhari dan lainnya
meriwayatkan dari Aisyah berkata, “ Rasulullah pernah memberi makanan
dari orang Yahudi dan beliau menggadaikan kepadanya baju besi beliau.” (HR.
Bukhari dan Muslim).
b.
Dari Anas ra berkata,
Rasulullah SAW menggadaikan baju besinya kepada orang Yahudi di Madinah dan
mengambil darinya gandum untuk keluarga beliau. (HR. Bukhari, Ahmad,
Nasa’i dan Ibnu Majah).
c.
Dari Abu Hurairah ra,
Rasulullah saw berkata, “ apabila ada ternak digadaikan, maka
punggungnya boleh dinaiki (oleh orang yang menerima gadai), karena ia telah
mengeluarkan biaya (menjaga-nya). Apabila ternak itu digadaikan, maka air
susunya yang deras boleh diminum (oleh orang yang menerima gadai), karena ia
telah mengeluarkan biaya (menjaga-nya). Kepada orang yang naik dan minum, maka
ia harus mengeluarkan biaya (perawatan)-nya.”
d.
(HR. Jamah kecuali
Muslim dan Nasa’i).
e.
Dari Abu Hurairah ra
bahwasanya Rasulullah saw berkata, “barang yang digadaikan itu tidak boleh
ditutup dari pemilik yang menggadaikannya. Baginya adalah keuntungan dan
tanggung jawabnya ialah bila ada kerugian (atau biaya).” (HR. Syafi’i
dan Daruqutni).[13]
2.4.3 Ijtihad Ulama’
Jumhur ulama’
menyepakati kebolehan status hukum gadai. Hal dimaksud, berdasarkan pada kisah
nabi Muhammad saw. yang menggadaikan baju besinya untuk mendapatkan makanan
dari seorang Yahudi. Para ulama’ juga mengambil indikasi dari contoh nabi
Muhammad saw. tersebut, ketika beliau beralih dari yang biasanya bertransaksi
kepada para sahabat yang kaya kepada seorang Yahudi, bahwa hal itu tidak lebih
sebagai sikap nabi Muhammad saw. yang tidak mau memberatkan para sahabat yang
biasanya enggan mengambil ganti ataupun harga yang diberikan nbi Muhammad saw.
Kepada mereka.[14]
2.4.4 Fatwa Dewan Syariah Nasional
Fatwa Dewan Sayariah
Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) menjadi salah satu rujukan yang
berkenaan gadai syariah, diantaranya dikemukakan sebagai berikut:
a)
Fatwa DSN-MUI No:
25/DSN-MUI/III/2002, tentang Rahn.
b)
Fatwa DSN-MUI No:
26/DSN-MUI/III/2002, tentang Rahn Emas.[15]
2.5
Rukun dan Syarat Gadai[16]
Transaksi gadai menurut
syariah haruslah memenuhi rukun dan syarat tertentu, yaitu:
2.5.1
Rukun Gadai:
1)
adanya ijab dan kabul.
2)
adanya pihak yang
berakad, yaitu pihak yang menggadaikan (rahn) dan yang menerima gadai (murtahin).
3)
adanya jaminan (marhun)
berupa barang atau harta.
4)
adanya utang (marhun
bih).
2.5.2 Syarat sah Gadai:
1)
rahn dan murtahin
Dengan syarat-syarat:
kemampuan juga berarti kelayakan seseorang untuk melakukan transaksi
pemilikan, setiap orang yang sah melakukan jual beli sah melakukan gadai.
2)
Akad (Shighat)
Shighah tidak boleh
terikat dengan syarat tertentu dan juga dengan waktu di masa mendatang.
3)
Utang (Marhun bih)
Dengan syarat harus merupakan hak yang wajib diberikan dan diserahkan
kepada pemiliknya, memungkinkan pemanfaatannya bila sesuatu yang menjadi hutang
itu tidak bisa dimanfaatkan maka tidak sah, harus dikuantifikasi atau dapat
dihitung jumlahnya bila tidak dapat diukur atau tidak dapat dihitung, rahn itu
tidak sah.
4)
Barang (Marhun)
Dengan syarat harus bisa diperjualbelikan, harus berupa harta yang
bernilai, marhun harus bisa dimanfaatkan secara syariah, harus diketahui
keadaan fisiknya, harus dimiliki oleh rahn setidaknya harus seizin
pemiliknya. [17]
2.6
Sumber Pendanaan dan
Barang Jaminan Pegadaian Syariah
Pegadaian sebagai lembaga keuangan tidak diperkenankan menghimpun dana
secara langsung dari masyarakat dalam bentuk simpanan, misalnya giro, deposito,
dan tabungan. Untuk memenuhi kebutuhan dananya, perum pegadaian memiliki
sumber-sumber dana sebagai berikut:
1.
Modal sendiri
2.
Penyertaan modal
pemerintah
3.
Pinjamana jangka pendek
dari perbankan
4.
Pinjamana jangka
panjang yang berasal dari Kredit Lunak Bank Indonesia
5.
Dari masyarakat melalui
penerbitan obligasi.
Aspek syariah tidak hanya menyentuh bagian operasionalnya saja, pembiayaan
kegiatan dan pendanaan bagi nasabah, harus diperoleh dari sumber yang
benar-benar terbebas dari unsur riba.[18]
Barang Jaminan Pegadaian Syariah
Jenis barang yang dapat diterima sebagai barang jaminan pada prinsipnya
adalah barang bergerak, antara lain :
1.
Barang-barang perhiasan
yakni semua perhiasan yang dibuat dari emas, perhiasan perak, platina, baik
yang dihiaskan intan, mutiara.
2.
Barang-barang
elektronik seperti laptop, TV, kulkas, radio, tape recorder,
vcd/dvd, radio kaset.
3.
Kendaraan seperti
sepeda, sepeda motor dan mobil.
4.
Barang-barang rumah
tangga.
5.
Mesin seperti mesin
jahit, mesin motor kapal.[19]
6.
Tekstil.
7.
Barang-barang lain yang
dianggap bernilai seperti surat-surat berharga baik dalam bentuk saham,
obligasi maupun surat-surat berharga lainnya.
2.7
Tujuan Dan Manfaat
Pegadaian
Sifat usaha pegadaian pada prinsipnya menyediakan pelayanan bagi
kemanfaatan masyarakat umum dan sekaligus memupuk keuntungan berdasarkan
prinsip pengolahan yang baik. Oleh karena itu, Perum Pegadaian bertujuan
sebagai berikut:
1.
Turut melaksanakan dan
menunjang pelaksanaan kebijaksanaan dan program pemerintah di bidang ekonomi
dan pembangunan nasional pada umumnya melalui penyaluran uang
pembiayaan/pinjaman atas dasar hukum gadai.
2.
Pencegahan praktik
ijon, pegadaian gelap, dan pinjaman tidak wajar lainnya.
3.
Pemanfaatan gadai bebas
bunga pada gadai syariah memiliki efek jaring pengaman sosial karena masyarakat
yang butuh dan mendesak tidak lagi dijerat pinjaman/pembiayaan bebrbasis bunga.
4.
Membantu orang-orang
yang membutuhkan pinjaman dengan syariah mudah.
Adapun manfaat
pegadaian. Antara lain:
1.
Bagi nasabah:
tersedianya dana dengan prosedur yang relatif lebih sederhana dan dalam waktu
yang lebih cepat dibandingkan dengan pembiayaan/kredit perbankan. Disamping
itu, nasabah juga mendapat manfaat penakasiran nilai suatu barang bergerak
secara Profesional. Mendapatkan fasilitas penitipan barang bergerak yang aman
dan dapat dipercaya.
2.
Bagi perusahaan
pegadaian:
1)
Penghasilam yang
bersumber dari sewa modal yang dibayarkan oleh peminjam dana; [20]
2)
Penghasilan yang bersumber
dari ongkos yang dibayarkan oleh nasabah memperoleh jasa tertentu. Bagi bank
syariah yang mengeluarkan produk gadai syariah dapat mendapat keuntungan dari
pembebanan biaya administrasi dan biaya sewa tempat penyimpanan emas.
3)
Pelaksanaan misi perum
pegadaian sebagai BUMN yang bergerak di bidang pembiayaan berupa pemberian
bantuan kepada masyarakat yang memerlukan dana dengan prosedur yang relatif
sederhana;
4)
Berdasarkan PP No. 10
Tahun 1990, laba yang diperoleh digunakan untuk:
a.
Dana pembangunan
semesta (55%)
b.
Cadangan umum (20%)
c.
Cadangan tujuan (5%)
d.
Dana sosial (20%)[21]
2.8
Mekanisme Produk
Pegadaian Syariah
2.8.1 Produk gadai (ar-rahn)[22]
Untuk mengajukan permohonan permintaan gadai, calon nasabah harus terlebih
dahulu memenuhi ketentuan berikut :
1. Membawa fotocopy KTP atau identitas lainnya
2. Mengisi formulir permintaan rahn
3. Menyerahkan barang jaminan (marhun) bergerak, seperti:
a.
Perhiasan emas, berlian
b.
Kendaraan bermotor
c.
Barang-barang
elektronik
Selanjutnya prosedur pemberian pinjaman marhun bih dilakukan
melalui tahapan berikut :
1. Nasabah mengisi formulir permintaan rahn.
2. Nasabah menyerahkan formulir permintaan rahn yang dilampiri dengan
fotocopy; identitas serta barang jaminan ke loket.
3. Petugas pegadaian menaksir (marhun) agunan yang di serahkan.
4. Besarnya pinjaman/marhun bih adalah sebesar 90% dari taksiran marhun.
5. Apabila di sepakati besarnya pinjaman, nasabah menandatangani akad dan
menerima uang pinjaman.
Penggolongan pinjaman dan biaya administrasi yang di terapkan pada gadai
syariah dapat dilihat dari tabel berikut :
Penggolongan pinjaman
dan biaya administrasi:
Golongan Marhun Bih
|
Plafon Marhun Bih
(Rp)
|
Biaya Administrasi
(Rp)
|
|
A
|
20.000
|
150.000
|
1000
|
B
|
151.000
|
500.000
|
5000
|
C
|
501.000
|
1.000.000
|
8000
|
D
|
1.005.000
|
5.000.000
|
16.000
|
E
|
5.010.000
|
10.000.000
|
25.000
|
F
|
10.050.000
|
20.000.000
|
40.000
|
H
|
20.100.000
|
50.000.000
|
50.000
|
G
|
50.100.000
|
200.000.000
|
60.000
|
Tarif Ijarah:
No.
|
Jenis Marhun
|
Perhitungan Tarif
|
1
|
Emas, berlian
|
Taksiran/Rp.10.000 x
Rp.85 x jangka waktu/10
|
2
|
Elektronik
|
Taksiran/Rp.10.000 x
Rp.90 x jangka waktu/10
|
3
|
Kendaraan Bermotor
|
Taksiran/Rp.10.000 x
Rp.95 x jangka waktu/10
|
a. Tarif ijarah dihitung dari nilai taksiran barang jaminan atau marhun.
b. Tarif ijarah dihitung dengan kelipatan 10 hari, 1 hari dihitung 10 hari.
Sebagai simulasi, misalnya nasabah memiliki barang jaminan berupa emas
dengan nilai taksiran Rp.10.000.000 maka marhun bih maksimum yang dapat
diperoleh nasabah tersebut sebesar Rp.9.000.000 (90% x taksiran). Maka besarnya
ijarah yang menjadi kewajiban nasabah per 10 hari adalah Rp. 10.000.000,-/ Rp.
10.000,- x Rp. 85 x 10/10 = Rp. 85.000,-. Jika nasabah menggunakan marhun bih
selama 25 hari, berhubung ijarah ditetapkan dengan kelipatan per 10 hari, maka
besarnya ijarah adalah Rp. 255.000 (85.000 x 3). Ijarah dibayarkan pada saat
nasabah melunasi atau memperpanjang Marhun Bih.
2.8.2 Produk Arrum[23]
Arrum merupakan singkatan dari ar-rahn untuk usaha mikro
kecil yang merupakan pembiayaan bagi para pengusaha mikro kecil, untuk
pengembangan usaha dengan berprinsip syariah.
Untuk memperoleh pembiayaan produk arrum ini, calon
nasabah harus memenuhi beberapa persyaratan :
1.
Calon nasabah merupakan
pengusaha mikro kecil dimana usahanya telah berjalan minimal 1 tahun.
3.
Calon nasabah harus melampirkan :
a.
Fotocopy KTP dan KK
b.
Fotocopy KTP
suami/istri
c.
Fotocopy surat nikah
d.
Fotocopy dokumen usaha
yang sah
e.
BPKB motor yang asli
f.
Fotocopy rekening koran
atau tabungan
g.
Fotocopy pembayaran
listrik dan telepon
h.
Fotocopy pembayaran PBB
i.
Fotocopy laporan
keuangan usaha.
4.
Memenuhi kriteria
pelayakan usaha.
2.8.3 Produk gadai emas di bank syariah[24]
Gadai emas merupakan produk pembiayaan atas dasar jaminan berupa emas
sebagai salah satu alternatif memperoleh pembiayaan secara cepat.
Bagi calon nasabah yang ingin mengajukan pemohonan dapat mendatangi
bank-bank syariah yang menyediakan fasilitas pembiayaan gadai emas dengan
memenuhi persyaratan :
1.
Identitas diri KTP/SIM
yang masih berlaku
2.
Perorangan WNI
3.
Cakap secara hukum
4.
Mempunyai rekening giro
atau tabungan di bank syariah tersebut
5.
Menyampaikan NPWP
6.
Adanya barang jaminan
berupa emas
7.
Memberikan keterangan
yang diperlukan dengan benar mengenai alamat, data penghasilan dan data
lainnya.
Selanjutnya pihak bank syariah akan melakukan analisis pinjaman yang
meliputi :
1.
Petugas bank memeriksa
kelengkapan dan kebenaran syarat-syarat calon pemohon peminjam.
2.
Penaksir melakukan
analisis terbapat data pemohon, keaslian jaminan berupa emas
3.
Jika menurut analisis,
pemohon layak maka bank akan menerbitkan pinjaman (qardh) dengan gadai emas.
4.
Realisasi pinjaman
dapat dicairkan setelah akad pinjaman (qardh) sesuai dengan ketentuan bank.
5.
Nasabah dikenakan biaya
administrasi. Contoh perhitungan :
·
Biaya sewa
(BS) :
Rp. 1.500/gram/bulan
·
Berat emas ditaksir
(BED) :
20 gram
·
Karatese emas ditaksir
(KED) : 22 karat
·
Harga standar emas 24
karat (HSE): Rp. 250.000/ gram
·
Jangka waktu
sewa :
4 bulan
Dari data di atas diperoleh perhitungan
·
Biaya sewa tempat penyimpanan
emas perhitungannya :
BED x JW x Rp. 1.500, = 20 gram x 4 bulan x Rp. 1.500 = Rp. 120.000,-
·
Harga taksiran emas :
BED x HSE x KED/ 24 karat = 20 gram x Rp. 250.000,- x 22/24 =
Rp. 4.583.333,-
·
Maksimal pinjaman :
Rp. 4.583.333,- x 80% = Rp. 3.666.666(dibulatkan kebawah) menjadi Rp.3.600.000,-
6.
Pelunasan dilakukan
sekaligus pada saat jatuh tempo
7.
Apabila sampai dengan
waktu yang ditetapkan nasabah tidak dapat melunasi dan proses kolektibilitas
tidak dapat dilakukan, maka jaminan dijual di bawah tangan dengan ketentuan :
a.
Nasabah tidak dapat
melunasi pinjaman sejak tanggal jatuh tempo pinjaman dan tidak diperbaharui.
b.
Diupayakan
sepengetahuan nasabah dan kepada nasabah diberikan kesempatan untuk mencari
calon pemilik.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pegadaian Syariah (Ar-Rahn) adalah menahan salah satu harta milik si
peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya. Barang yang ditahan
tersebut memiliki nilai ekonomis.
Adapun pegadaian syariah merupakan sebuah lembaga yang relatif baru di
Indonesia. Fungsi operasi pegadaian syariah dijalankan oleh kantor-kantor
cabang pegadaian Syariah/Unit Layanan Gadai Syariah (ULGS) sebagai satu unit
organisasi dibawah binaan Divisi Usaha Lain Perum Pegadaian.
Dasar hukum pegadaian syariah: Al-Quran, Hadist dan Ijma’. Rukun
gadai syariah: Adanya ijab dan Kabul, Adanya pihak yang berakad
yaitu: pihak yang menggadaikan (rahn) dan yang menerima gadai (murtahin), Adanya
jaminan (marhun) berupa barang atau harta dan Adanya utang (mahrun
bih)
Syarat syah Gadai :Rahin dan Murtahin, Sighat, Marhun bih
(utang),Marhun (barang).
Praktek Operasional Pegadaian Syariah : Produk gadai (ar-rahn), Produk
Arrum, dan Produk gadai emas di bank syariah.
Tujuan Pegadaian: Pencegahan praktik ijon,pegadaian gelap, dan pinjaman
tidak wajar lainnya, Membantu orang-orang yang membutuhkan pinjaman dengan
syariah mudah
Manfaat Pegadaian : Bagi nasabah: tersedianya dana dengan prosedur yang
relatif lebih sederhana dan dalam waktu yang lebih cepat dibandingkan dengan
pembiayaan/kredit perbankan. Bagi Perushaan: Penghasilam yang bersumber dari
sewa modal yang dibayarkan oleh peminjam dana,Penghasilan yang bersumber dari
ongkos yang dibayarkan oleh nasabah memperoleh jasa tertentu. Bagi bank syariah
yang mengeluarkan produk gadai syariah dapat mendapat keuntungan dari
pembebanan biaya administrasi dan biaya sewa tempat penyimpanan emas.
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Ali Zainuddin, Hukum Gadai Syariah, Jakarta: Sinar Gafika,
2008, cet.1.
Andri Soemitra, Bank & Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta:
Kencana, 2009)
Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Yogyakarta:
Ekonisia, 2004.
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik
Mustafa Edwin Nasution, Pengenalan Eksklusif: Ekonomi Islam, Jakarta:
Kencana, 2007.
Website:
http;//hendrakholid.net/blog/2009/05/18/pegadaian-syariah-makalah/ diunduh
pada tanggal 2 April 2015 pukul 08.30
[1] Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah
dari Teori ke Praktik, hal.128.
[2] Andri Soemitra, bank dan Lembaga
Keuangan Syariah, Jakarta : kencana Media Group thn 2009
hal 384
diunduh pada tanggal 27 feb 2013 pukul 08.30
[4] http://adhitchmonk.blogspot.com/2011/04/tentang
-pegadaian-dan-koperasi.html. diunduh pada tanggal
27 feb 2013 pukul 08.30
[5] Andri Soemitra, bank dan Lembaga
Keuangan Syariah, Jakarta : kencana Media Group thn 2009
hal 388
[6] http://adhitchmonk.blogspot.com/2011/04/tentang
-pegadaian-dan-koperasi.html. diunduh pada tanggal
27 feb 2013 pukul 08.30
[7] Andri Soemitra, bank dan Lembaga
Keuangan Syariah, Jakarta : kencana Media Group thn 2009
hal 389
[12] Andri Soemitra, bank dan Lembaga
Keuangan Syariah, Jakarta : kencana Media Group thn 2009
hal 385-387
[13] Andri Soemitra, bank dan Lembaga
Keuangan Syariah, Jakarta : kencana Media Group thn 2009
hal 390-391
[2] Andri Soemitra, Bank
& Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta: Kencana, 2009), h. 387.
[3] http;//hendrakholid.net/blog/2009/05/18/pegadaian-syariah-makalah/ diunduh pada tanggal 2 April 2015 pukul 08.30
[4] Zainuddin
Ali, Hukum Gadai Syariah, op.cit, h.83.
[9] Andri Soemitra, bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Jakarta
: kencana Media Group thn 2009 hal 392
[11] Mustafa
Edwin Nasution, Pengenalan Eksklusif: Ekonomi Islam, Jakarta: Kencana,
2007. hal 314
[16] Andri Soemitra, bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Jakarta
: kencana Media Group thn 2009 hal 385-387
[18] Andri Soemitra, Ibid, hlm. 398.
[21] Andri Soemitra, Ibid, hlm. 395.
No comments:
Post a Comment