CARI

MAKALAH Teori Struktur Modal (Pecking Order Theory, Pendekatan Modigliani dan Miller)

Teori Struktur Modal
 
2.1.5.1 Pecking Order Theory
Pecking order theory dikembangkan oleh Stewart C. Myers dan Nicolas Majluf pada tahun 1984. Teori ini menyatakan bahwa perusahaan memprioritaskan sumber-sumber pendanaan (dari pembiayaan internal untuk ekuitas) sesuai dengan prinsip usaha minimal, atau paling tidak resistensi, memilih untuk Meningkatkan ekuitas sebagai pembiayaan terakhir. Secara singkat teori ini menyatakan bahwa : (a) Perusahaan menyukai internal financing (pendanaan dari hasil operasi perusahaan berwujud laba ditahan), (b) Apabila pendanaan dari luar (eksternal financing) diperlukan, maka perusahaan akan menerbitkan sekuritas yang paling aman terlebih dulu,  yaitu  dimulai  dengan  penerbitan  obligasi,  kemudian  diikuti  oleh sekuritas yang berkarakteristik (seperti obligasi konversi), baru akhirnya apabila masih belum mencukupi, saham baru diterbitkan. Sesuai dengan teori ini, tidak ada suatu target debt to equity ratio, karena ada dua jenis modal sendiri, yaitu internal dan eksternal.
Modal sendiri yang berasal dari dalam perusahaan lebih disukai daripada modal sendiri yang berasal dari luar perusahaan. Dana internal lebih disukai karena memungkinkan perusahaan untuk tidak perlu “membuka diri lagi” dari sorotan pemodal luar. Kalau bisa perusahaan berusaha untuk memperoleh sumber dana yang diperlukan tanpa memperoleh “sorotan dan publisitas publik” sebagai akibat penerbitan saham baru. Dana eksternal lebih disukai dalam bentuk utang daripada penerbitan saham baru karena dua alasan. Pertama adalah pertimbangan biaya emisi. Biaya emisi obligasi lebih murah dari biaya emisi saham baru (Suad Husnan, 1996), hal ini disebabkan karena penerbitan saham baru akan menurunkan harga saham lama. Kedua, manajer khawatir kalau penerbitan saham baru akan ditafsirkan sebagai kabar buruk oleh pemodal, dan membuat harga saham akan turun.
Hal ini disebabkan antara lain oleh kemungkinan adanya informasi asimetrik antara pihak manajemen dengan pihak pemodal.

2.1.5.2 Pendekatan Modigliani dan Miller
Menurut Husnan (1996) mengutip dari artikel Modigliani dan Miller (MM),
menyebutkan bahwa dimungkinkan munculnya proses arbitrase yang akan membuat harga  saham  (nilai  perusahaan) yang  tidak  menggunakan  utang maupun yang menggunakan utang, akhirnya sama. Proses  arbitrase  muncul  karena  investor  selalu  lebih  menyukai investasi yang memerlukan dana yang lebih sedikit tetapi memberikan penghasilan bersih yang sama dengan tingkat risiko yang sama pula. Dalam keadaan pasar modal sempurna dan tidak ada pajak, MM merumuskan bahwa biaya modal sendiri akan berperilaku sebagai berikut :
Ke = Keu + ( Keu - Kd ) ( B/S ) …………………..(2.1)
Dimana : 
Ke = biaya modal sendiri
Keu = biaya modal sendiri pada saat perusahaan tidak menggunakan utang
Kd = biaya utang
B = nilai pasar utang
S = nilai modal sendiri
Dengan demikian MM menunjukkan bahwa dalam keadaan pasar modal sempurna dan tidak ada pajak, maka keputusan pendanaan menjadi tidak relevan, artinya penggunaan utang ataukah modal sendiri akan memberikan dampak yang sama bagi kemakmuran pemilik perusahaan. Dalam keadaan ada pajak, MM
berpendapat bahwa keputusan pendanaan menjadi tidak relevan. Karena pada umumnya  bunga yang dibayarkan  dapat  dipergunakan  untuk  mengurangi penghasilan yang dikenakan pajak (bersifat tax deductible). Dengan kata lain apabila ada dua perusahaan yang memperoleh laba operasi yang sama, tetapi yang satu menggunakan utang sedangkan yang satunya tidak, maka perusahaan yang membayar
bunga akan membayar pajak penghasilan yang lebih kecil. Penghematan membayar pajak merupakan manfaat bagi pemilik perusahaan, maka sudah tentu nilai perusahaan yang menggunakan utang akan lebih besar dari pada perusahaan yang tidak menggunakan utang. Menurut Lukas (2003), penggunaan utang akan meningkatkan nilai perusahaan karena biaya bunga utang adalah biaya yang mengurangi pembayaran pajak.
Pada prakteknya terdapat berbagai kritik berkenaan dengan pendekatan MM ini, antara lain :
1. Pendekatan MM mengasumsikan bahwa tidak adanya biaya transaksi, maka proses arbitrase boleh dikatakan tanpa biaya, namun dalam realita bahwa komisi untuk para broker itu cukup tinggi.
2. Pada awalnya MM mengasumsikan bahwa investor dan perusahaan memiliki akses yang sama terhadap lembaga keuangan. Akan tetapi para investor besar dimungkinkan memperoleh utang dengan bunga yang lebih rendah sedangkan investor individu mungkin harus meminjam dengan tingkat bunga yang tinggi.
3. MM juga mengasumsikan tidak ada konflik antar pihak dalam perusahaan atau agency problem yang dapat menimbulkan agency cost yang sangat besar.
4. Tidak adanya pertimbangan adanya financial distress yang mungkin dihadapi perusahaan.
5. Tidak adanya pajak perorangan.
6. Semua utang perusahaan tidak mengandung risiko, berapapun jumlah utang yang digunakan.
(Bigham & Weston, 1990)

No comments:

Post a Comment