MAKALAH Green Product
Kasali (2009) mendefinisikan, produk hijau (Green product) adalah produk yang tidak berbahaya bagi manusia dan lingkungannya, tidak boros sumber daya, tidak menghasilkan sampah berlebihan, dan
tidak melibatkan kekejaman pada binatang. Selanjutnya, Nugrahadi (2002) mengemukakan, produk hijau (green product) adalah produk yang berwawasan lingkungan.
Suatu produk yang dirancang dan diproses dengan suatu cara untuk mengurangi efek-efek yang dapat mencemari lingkungan, baik dalam produksi, pendistribusian dan pengkonsumsianya. Hal ini dapat dikaitkan dengan pemakaian bahan baku yang dapat didaur ulang. Ottman (2006) mendefinisikan green product are typically durable, nontoxic, made from recycled materials or minimally packaged (produk hijau biasanya tahan lama, tidak beracun, terbuat dari bahan daur ulang).
2.1.1 Karakteristik Green Product
Kharakteristik produk yang dianggap sebagai Green Product sebagaimana dikemukakan oleh US Federal Trade Commision dalam Lanasier (2002) adalah (a) Produk yang menggunakan bahan non toxic, (b) Produk tidak mengandung bahan yang dapat merusak lingkungan, (c) Tidak melakukan uji produk yang melibatkan binatang apabila tidak betul-betul diperlukan, (d) Selama penggunaanya tidak merusak lingkungan, (e) Menggunakan kemasan yang sederhana atau menyediakan produk isi ulang, (f) Memiliki daya tahan penggunaan yang lama dan (g) Mudah diproses ulang setelah pemakaian.
Karakteristik tersebut didefenisikan setelah banyak perusahaan yang menyalahgunakan pengertian dari produk hijau ini, yaitu menggunakan istilah produk lingkungan bagi produk yang kemasannya dapat didaur ulang hanya pada kondisi tertentu. Beberapa istilah yang sering disalah gunakan adalah Biodegradable-digunakan pada produk yang belum tentu dapat diproses pada waktu yang ditentukan,
Environmentally safe dan Environtmentaly friendly aman untuk lingkungan.
Menurut Kotler dalam Lanasier (2002: 91), environmentalism dapat didefenisikan sebagai suatu gerakan yang terorganisasi dari sekumpulan konsumen, pelaku bisnis dan lembaga pemerintah dalam rangka melindungi dan meningkatkan kualitas lingkungan. Kelestarian lingkungan menurut Kotler adalah pendekatan manajemen yang melibatkan pengembangan strategi selain dapat menghasilkan profit bagi perusahaan juga tetap dapat bertanggung jawab terhadap lingkungan. Oleh sebab itu, perusahaan harus melakukan langkah-langkah tanggung jawab sosialnya kepada konsumen dengan mengiklankan produknya yang menunjukkan kepekaan mereka terhadap lingkungan, yaitu dengan menekankan bahwa produk yang dihasilkan perusahaannya menggunakan kemasan yang sederhana, memberikan dampak limbah yang minimal, lebih aman bagi lingkungan dan dapat di daur ulang.
2.2 Lampu hemat energi
2.2.1 HORI
HORI memberi banyak keuntungan dan keunggulan untuk pengguna. HORI adalah pilihan terbaik untuk lampu bermutu tinggi buatan Indonesia yang paling hemat energi. Mutunya terpercaya, tahan sampai dengan 10.000 jam penyalaan ( 4 tahun ) . Kelebihan dan keuntungan:
- Kualitas Cahaya Terbaik
- Paling terang di kelasnya
- Warna cahaya alami
Keuntungan: hemat energi dan nyaman untuk mata karena tingkat terang cahayanya terjaga dan alami Tahan lama
- Tahan sampai dengan 10.000 jam penyalaan Keuntungan: pemakaian sampai dengan 4 tahun ( 7 jam / hari) Aman
- Dilengkapi sekering pengaman untuk menghindari arus pendek ( korslet)
- Cone ( selongsong) terbuat dari plastik anti api
- Rentang tegangan listrik 170V - 260V
Keuntungan: mencegah kebakaran, pikiran tenang dan bisa menyala dalam tegangan listrik naik – turun Kualitas tinggi
- Dibuat di Indonesia, dengan pengawasan mutu ( QC) yang ketat baik.
- Telah mendaoatkan sertifikat standar nasional ( SNI) maupun internasional ( CE dan TUV)
- Dibuat dengan komponen pilihan dan bermutu tinggi
Keuntungan: pelanggan mendapatkan produk lampu yang awet dan handal karena mutunya terjamin.
Hemat energi 80 persen dibanding lampu pijar. Kualitas terpercaya untuk kinerja terbaik dan bergaransi 1 tahun,” ungkapnya. (Harian Rakyat Bengkulu, 20 Desember 2013)
2.2.2 OSRAM
OSRAM, produsen asal Jerman, di tahun 1985, OSRAM menjadi pemrakarsa lampu hemat energi. Sejak tahun 1985 OSRAM telah menemukan sistem elektronik terpadu untuk lamp u hemat energi karena itu tidak mengherankan jika OSRAM memiliki peran penting sekaligus kewajiban besar dalam upayanya untuk berpartisipasi aktif terkait dengan peralihan solusi lampu hemat energi. Dengan mengintegrasi Electronic Ballast ke base lampu. Hasilnya ternyata tidak saja hemat listrik, kualitas pendar cahaya pun lebih baik.
Dengan demikian, daya listrik yang diserap pun semakin kecil. Bayangkan saja, jika dengan daya 9 watt setara dengan lampu bohlam konvensional berdaya 40 watt atau hemat hingga 80%. Umur lampu dua kali lebih tahan lama jika diban-dingkan dengan lampu TL biasa (15.000 jam).
Lebih terang, hingga 150 lumen Kualitas cahaya lebih baik. Bandingkan, color rendering lampu TLbiasa Ra=60 sedangkan Smartlux Rae”70 Tidak mudah redup. Lampu TL biasa setelah 4 ribu jam, terang cahaya berkurang hingga 20%, sementara Smartlux® bisa diminimalisasi menjadi setengahnya. Bahkan dengan pemakaian memakai electronic ballast, terang Smartlux® hanya berkurang di bawah 5% (www.osram.co.id)
- Paling terang di kelasnya
- Warna cahaya alami
Keuntungan: hemat energi dan nyaman untuk mata karena tingkat terang cahayanya terjaga dan alami Tahan lama
- Tahan sampai dengan 10.000 jam penyalaan Keuntungan: pemakaian sampai dengan 4 tahun ( 7 jam / hari) Aman
- Dilengkapi sekering pengaman untuk menghindari arus pendek ( korslet)
- Cone ( selongsong) terbuat dari plastik anti api
- Rentang tegangan listrik 170V - 260V
Keuntungan: mencegah kebakaran, pikiran tenang dan bisa menyala dalam tegangan listrik naik – turun Kualitas tinggi
- Dibuat di Indonesia, dengan pengawasan mutu ( QC) yang ketat baik.
- Telah mendaoatkan sertifikat standar nasional ( SNI) maupun internasional ( CE dan TUV)
- Dibuat dengan komponen pilihan dan bermutu tinggi
Keuntungan: pelanggan mendapatkan produk lampu yang awet dan handal karena mutunya terjamin.
Hemat energi 80 persen dibanding lampu pijar. Kualitas terpercaya untuk kinerja terbaik dan bergaransi 1 tahun,” ungkapnya. (Harian Rakyat Bengkulu, 20 Desember 2013)
2.2.2 OSRAM
OSRAM, produsen asal Jerman, di tahun 1985, OSRAM menjadi pemrakarsa lampu hemat energi. Sejak tahun 1985 OSRAM telah menemukan sistem elektronik terpadu untuk lamp u hemat energi karena itu tidak mengherankan jika OSRAM memiliki peran penting sekaligus kewajiban besar dalam upayanya untuk berpartisipasi aktif terkait dengan peralihan solusi lampu hemat energi. Dengan mengintegrasi Electronic Ballast ke base lampu. Hasilnya ternyata tidak saja hemat listrik, kualitas pendar cahaya pun lebih baik.
Dengan demikian, daya listrik yang diserap pun semakin kecil. Bayangkan saja, jika dengan daya 9 watt setara dengan lampu bohlam konvensional berdaya 40 watt atau hemat hingga 80%. Umur lampu dua kali lebih tahan lama jika diban-dingkan dengan lampu TL biasa (15.000 jam).
Lebih terang, hingga 150 lumen Kualitas cahaya lebih baik. Bandingkan, color rendering lampu TLbiasa Ra=60 sedangkan Smartlux Rae”70 Tidak mudah redup. Lampu TL biasa setelah 4 ribu jam, terang cahaya berkurang hingga 20%, sementara Smartlux® bisa diminimalisasi menjadi setengahnya. Bahkan dengan pemakaian memakai electronic ballast, terang Smartlux® hanya berkurang di bawah 5% (www.osram.co.id)
2.2.3 PHILIPS
Pada tahun 1994, lampu hemat energi untuk pertama kalinya dikenalkan di Indonesia. Kini, lampu hemat energi Philips merupakan jenis yang paling dikenal bagi sebagian besar masyarakat, terutama penggunanaan di rumah tangga. Ketahanan, kualitas, dan “terang” menjadi alasan utama masyarakat Indonesia memilih Philips. Philips Lighting dengan brand promise Sense and Simplicity. Dimana bermakna memberi solusi yang mudah bagi konsumen untuk menikmati manfaat dari sebuah lampu bagi kebutuhan sehari hari. Seperti dijelaskan oleh Heru Gunadi, Marketing Communication Manager-Consumer PT Philips Indonesia, sebuah lampu harus efisien bagi kebutuhan pola hidup modern. Kualitas terpercaya untuk kinerja yang terbaik. Hemat energi 80% dibandngkan dengan lampu pijar. Umur lampu yang tahan lama : 8.8x lebih lama dibandingkan dengan lampu pijar. Dapat beroperasi pada tegangan naik turun antara 170-250V. (Philips.co.id)
2.2.4 SINYOKU
Shinyoku bekerjasama dengan Lembaga Pengkajian Energi Universitas Indonesia di dalam menguji ketahanan terhadap pemutusan penyalaan Lampu Hemat Energi (LHE) Shinyoku terhadap produk LHE lainnya.
Dari hasil riset ilmiah tersebut di dapatkan hasil bahwa Lampu Hemat Energi (LHE) dari Shinyoku terbukti lebih tahan terhadap pemutusan penyalaan di bandingkan Lampu Hemat Energi (LHE) dari produk lain.
Shinyoku Adalah Lampu Hemat Energi ( Lhe) Dengan Hemat Energi 80% ( Ekonomis) , Ringan Dan Dapat Langsung Nyala, Dapat Beroperasi Pada Tegangan Turun Naik Antara 170 - 250 Volt, Kinerja Terbaik Untuk Tegangan 220 - 240 Volt, Usia Pakai 8000 Jam, garansi 1 tahun. (sinyoku indonesia, 29 januari 2013).
2.3 Loyalitas konsumen
Menurut Kotler dan Amstong (2007), bahwa loyalitas berasal dari pemenuhan harapan atau harapan konsumen, sedangkan ekspektasi sendiri berasal dari pengalaman pembelian terdahulu oleh konsumen, opini dari teman dan kerabat, janji atau informasi dari pemasar atau pesaing. Tjiptono (2000) berpendapat bahwa loyalitas adalah situasi dimana konsumen bersikap positif terhadap produk atau produsen (penyedia jasa) dan disertai pola pembelian ulang yang konsisten.
Menurut Kotler dan Keller (2009) konsumen yang loyal dapat
diukur melalui tiga hal, yaitu :
1. Rekomendasi positif dari mulut ke mulut (word of mouth). Merekomendasikan orang lain untuk membeli atau mereferensikan kepada orang lain.
2. Pembelian ulang (repeat purchasing). Seberapa sering melakukan pembelian ulang.
3. Penolakan terhadap perusahaan lain ( reject another). Menolak menggunakan produk atau lain atau menunjukan kekebalan terhadapa tarikan dari pesaing.
Griffin (2003) mengemukakan keuntungan-keuntungan yang akan diperoleh perusahaan apabila memiliki konsumen yang loyal, antara lain :
1. Mengurangi biaya pemasaran, karena biaya untuk menarik pelanggan baru lebih mahal dibandingkan dengan biaya pengambil alihan pelanggan.
2. Mengurangi biaya transaksi, seperti negosiasi kontrak dan pemprosesan order.
3. Mengurangi biaya turn over pelanggan, karena pergantian pelanggan yang hilang lebih sedikit.
4. Meningkatkan penjualan silang yang akan memperbesar pangsa pasar perusahaan.
5. Word of mouth yang lebih positif dengan asumsi bahwa pelanggan yang loyal juga berarti mereka yang merasa puas.
6. Mengurangi biaya kegagalan, yang berarti pengurangan biaya pergantian, pengerjaan ulang, klaim garansi.
Menurut Kotler (2005), loyalitas dapat dicapai melalui dua tahap, yaitu :
1. Perusahaan harus mempunyai kemampuan dalam memberikan kepuasan kepada konsumen agar konsumen mendapatkan suatu pengalaman yang postif.
2. Perusahaan harus mempunyai cara untuk mempertahankan hubungan yang lebih jauh dengan konsumennya agar konsumen ingin melakukan pembelian ulang.
Griffin, 2003 mengemukakan lima indikator yang bisa digunakan untuk mengukur loyalitas konsumen yaitu :
1. Mengatakan hal-hal positif mengenai produk.
2. Menyarankan orang lain untuk membeli produk.
3. Bersedia membayar dengan harga yang tinggi.
4. Bersedia melakukan pengulangan pembelian.
5. Bersedia untuk tidak akan berpindah ke merek lain.
Marconi (1993) menyebutkan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap loyalitas adalah sebagai berikut:
1. Nilai (harga dan kualitas), penggunaan suatu merek dalam waktu yang lama akan mengarahkan pada loyalitas, karena itu pihak perusahaan harus bertanggungjawab untuk menjaga merek tersebut. Perlu diperhatikan, pengurangan standar kualitas dari suatu merek akan mengecewakan konsumen bahkan konsumen yang paling loyal sekalipun begitu juga dengan perubahan harga. Karena itu pihak perusahaan harus mengontrol kualitas merek beserta harganya.
2. Citra (baik dari kepribadian yang dimilikinya dan reputasi dari merek tersebut), citra dari perusahaan dan merek diawali dengan kesadaran.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan ada korelasi antara kesadaran dan market share, sehingga dapat disimpulkan juga ada hubungan antara citra merek dengan market share. Produk yang memiliki citra yang baik akan dapat menimbulkan loyalitas konsumen pada merek 3. Kenyamanan dan kemudahan untuk mendapatkan merek. Dalam situasi yang penuh tekanan dan permintaan pasar yang menuntut akan adanya
kemudahan, pihak perusahaan dituntut untuk menyediakan produk yang nyaman dan mudah untuk didapatkan.
4. Kepuasan yang dirasakan oleh konsumen.
5. Pelayanan, dengan kualitas pelayanan yang baik yang ditawarkan oleh suatu merek dapat mempengaruhi loyalitas konsumen pada merek.
6. Garansi dan jaminan yang diberikan oleh merek.
Schiffman dan Kanuk (2004) juga menambahkan bahwa faktor-faktor yang mempengruhi loyalitas konsumen adalah kepuasan yang diterima oleh konsumen, peneriman keunggulan produk, keyakinan atau
kepercayaan yang dimiliki seseorang terhadap produk serta keterikatan dengan produk atau perusahaan.
Berdasarkan teori di atas maka dalam penelitian ini akan melihat seberapa besar pengaruh variabel kepuasan, kepercayaan dan harga terhadap loyalitas.
4. Meningkatkan penjualan silang yang akan memperbesar pangsa pasar perusahaan.
5. Word of mouth yang lebih positif dengan asumsi bahwa pelanggan yang loyal juga berarti mereka yang merasa puas.
6. Mengurangi biaya kegagalan, yang berarti pengurangan biaya pergantian, pengerjaan ulang, klaim garansi.
Menurut Kotler (2005), loyalitas dapat dicapai melalui dua tahap, yaitu :
1. Perusahaan harus mempunyai kemampuan dalam memberikan kepuasan kepada konsumen agar konsumen mendapatkan suatu pengalaman yang postif.
2. Perusahaan harus mempunyai cara untuk mempertahankan hubungan yang lebih jauh dengan konsumennya agar konsumen ingin melakukan pembelian ulang.
Griffin, 2003 mengemukakan lima indikator yang bisa digunakan untuk mengukur loyalitas konsumen yaitu :
1. Mengatakan hal-hal positif mengenai produk.
2. Menyarankan orang lain untuk membeli produk.
3. Bersedia membayar dengan harga yang tinggi.
4. Bersedia melakukan pengulangan pembelian.
5. Bersedia untuk tidak akan berpindah ke merek lain.
Marconi (1993) menyebutkan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap loyalitas adalah sebagai berikut:
1. Nilai (harga dan kualitas), penggunaan suatu merek dalam waktu yang lama akan mengarahkan pada loyalitas, karena itu pihak perusahaan harus bertanggungjawab untuk menjaga merek tersebut. Perlu diperhatikan, pengurangan standar kualitas dari suatu merek akan mengecewakan konsumen bahkan konsumen yang paling loyal sekalipun begitu juga dengan perubahan harga. Karena itu pihak perusahaan harus mengontrol kualitas merek beserta harganya.
2. Citra (baik dari kepribadian yang dimilikinya dan reputasi dari merek tersebut), citra dari perusahaan dan merek diawali dengan kesadaran.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan ada korelasi antara kesadaran dan market share, sehingga dapat disimpulkan juga ada hubungan antara citra merek dengan market share. Produk yang memiliki citra yang baik akan dapat menimbulkan loyalitas konsumen pada merek 3. Kenyamanan dan kemudahan untuk mendapatkan merek. Dalam situasi yang penuh tekanan dan permintaan pasar yang menuntut akan adanya
kemudahan, pihak perusahaan dituntut untuk menyediakan produk yang nyaman dan mudah untuk didapatkan.
4. Kepuasan yang dirasakan oleh konsumen.
5. Pelayanan, dengan kualitas pelayanan yang baik yang ditawarkan oleh suatu merek dapat mempengaruhi loyalitas konsumen pada merek.
6. Garansi dan jaminan yang diberikan oleh merek.
Schiffman dan Kanuk (2004) juga menambahkan bahwa faktor-faktor yang mempengruhi loyalitas konsumen adalah kepuasan yang diterima oleh konsumen, peneriman keunggulan produk, keyakinan atau
kepercayaan yang dimiliki seseorang terhadap produk serta keterikatan dengan produk atau perusahaan.
Berdasarkan teori di atas maka dalam penelitian ini akan melihat seberapa besar pengaruh variabel kepuasan, kepercayaan dan harga terhadap loyalitas.
No comments:
Post a Comment