Makalah Tentang Kepuasan Konsumen
Perusahaan yang sukses dalam jangka panjang adalah perusahaan yang dapat memuaskan kebutuhan konsumennya dalam segi pelayanan, sebab kepuasan atau ketidakpuasan konsumen akan suatu produk dan pelajarannya akan mempengaruhi perilaku selanjutnya. Pada dasarnya tujuan dari suatu bisnis adalah untuk menciptakan pelanggan yang merasa puas. Terciptanya kepuasan pelanggan dapat memberikan beberapa manfaat, diantaranya hubungan antara perusahaan dan pelanggan menjadi harmonis, memberikan dasar bagi pembelian ulang dan terciptanya loyalitas pelanggan membentuk suatu rekomendasi dari mulut ke mulut yang menguntungkan. Kotler mendefinisikan kepuasan secara umum adalah “Perasaan senang atau kecewa seseorang akibat dari pertandingan performance produk yang diterima dengan yang diharapkan” (Kotler, 2000: 36). Kepuasan konsumen merupakan hal yang penting dalam suatu proses jual beli. Kepuasan konsumen merupakan suatu faktor yang sangat mempengaruhi atau menentukan proses jual beli, selanjutnya dari konsumen seperti yang dikemukakan (Kotler, 2000: 36) yang menyatakan bahwa kepuasan atau ketidakpuasan konsumen akan mempengaruhi tingkah laku konsumen selanjutnya. Engle, et.al (1990: 545) memberikan pengertian kepuasan adalah evaluasi setelah konsumen, dimana alternatif yang telah dipilih memenuhi atau melebihi harapannya. Sedangkan ketidakpuasan adalah hasil dari penegasan harapan yang bersifat negatif. Seperti pendapat berikut ”kepuasan konsumen tidak semata-mata didapat dari kualitas produk yang ditawarkan, tetapi juga pelayanan yang diberikan produsen kepada konsumen, yaitu dengan memberikan, memperlihatkan keinginan dan menyesuaikan kebutuhan pihak konsumen” (Dharmmesta dan Handoko, 2000: 8). Parasuraman et.al (1985) mendefisikannya: customer satisfaction is customer perception of a single service experience (kepuasan pelangganadalah persepsi konsumen terhadap satu jenis pelayanan yang dialaminya).
Nasabah dalam menyatakan kepuasan dan ketidakpuasan juga dipengaruhi oleh lingkungannya seperti pengalaman, baik sebelum maupun sesudah merasakan pelayanan jasa, pengalaman merasakan
pelayanan jasa pegadaian lain, serta sering dan tidaknya merasakan pelayanan jasa pada pegadaian tersebut. Pengalaman yang diterima selanjutnya dipengaruhi oleh persepsi tentang nilai kualitas pelayanan
yang berasal dari proses dan hasil akhir. Dari perbandingan sebelum dan sesudah menerima pelayanan jasa pegadaian, nasabah akan melakukan penilaian terhadap nilai kualitas pelayanan. Dengan demikian penilaian terhadap nilai kualitas pelayanan akan diketahui kepuasan nasabah terhadap pelayanan yang diberikan oleh perusahaan.
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan
Dalam mengevaluasi kepuasan terhadap produk, jasa atau perusahaan tertentu, konsumen umumnya mengacu pada berbagai faktor atau dimensi. Faktor yang sering digunakan dalam mengevaluasi kepuasan
terhadap suatu produk manufaktur (Fandy Tjiptono, 2000: 68-69), antara lain meliputi:
a. Kinerja (performance) karakteristik operasi pokok dari produk inti (core product) yang dibeli.
b. Ciri-ciri atau keistimewaan tambahan (features), yaitu karakteristik sekunder atau pelengkap.
c. Kehandalan (reliability), yaitu kemungkinan kecil akan mengalami kerusakan atau gagal digunakan.
d. Kesesuaian dengan spesifikasi (conformance to specifications), yaitu sejauh mana karakteristik desain dan operasi memenuhi standar- standar yang telah ditetapkan sebelumnya.
e. Daya tahan (durability), berkaitan dengan berapa lama produk tersebut dapat terus digunakan.
f. Serviceability, meliputi kecepatan, kompetensi, kenyamanan, mudah direparasi serta penanganan keluhan yang memuaskan.
g. Estetika, yaitu daya tarik produk terhadap panca indera.
h. Kualitas yang dipersepsikan (perceived quality), yaitu citra dan reputasi produk serta tanggungjawab perusahaan terhadapnya.
Sementara itu dalam mengevaluasi jasa yang bersifat intangible, konsumen umumnya menggunakan beberapa atribut atau faktor berikut (Zeithaml et.al, 1996: 37):
a. Kehandalan (reliability), yaitu kemampuan untuk memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan segera dan memuaskan.
b. Daya tanggap (responsiveness), yaitu keinginan para stat dan karyawan untuk membantu para pelanggan dan memberikan pelayanan dengan tanggap.
c. Jaminan (assurance), mencakup kemampuan, kesopanan dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staf, bebas dari bahaya, risiko atau keragu-raguan
d. Empati, meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi yang baik dan memahami kebutuhan para pelanggan.
e. Bukti langsung (tangibles), meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai dan sarana komunikasi.
3. Kualitas Pelayanan
Untuk memahami kualitas pelayanan terlebih dahulu harus dipahami pengertian kualitas itu sendiri. Kualitas sering diungkapkan dalam beberapa definisi dari sudut pandang konsumen, kualitas sering disangkutpautkan dengan value use fullnes ataupun harga, sedangkan dari sisi produsen kualitas seringkali diterapkan dengan membandingkan antara standar yang spesifik dan performance serta konfirmitas yang aktual. Menurut Goetsh dan Daris (dalam Fandy Tjiptono, 2000: 51) pengertian kualitas sangat sukar didefinisikan orang akan mengetahuinya jika melihat atau merasakannya. Sebagian orang mengkaitkan kualitas dengan produk atau jasa, tetapi sebenarnya kualitas lebih dari itu. Menurut kualitas juga termasuk proses, lingkungan dan manusia. Hal ini tampak jelas dalam definisinya bahwa kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi (melebihi harapan). Fandy Tjiptono (2000: 51) mengungkapkan bahwa tidak ada definisi mengenai kualitas yang dapat diterima semua orang. Namun demikian ada elemen yang sama dalam berbagai definisi
yang ada diantaranya adalah:
a. Kualitas berkaitan dengan memenuhi atau melebihi harapan konsumen.
b. Kualitas berlaku untuk jasa manusia, proses dan lingkungan.
c. Kualitas adalah kondisi yang selalu berubah.
Sedangkan definisi kualitas pelayanan menurut Wyckof (dalam Fandy Tjiptono, 2000: 53) adalah tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan. Dengan demikian ada faktor utama yang
mempengaruhi kualitas pelayanan, yaitu expected service dan perceived service. Definisi ini sejalan dengan yang dikemukakan Zeithaml et.al (1996: 42), bahwa jika pelayanan yang diterima atau dirasakan (perceived service) sesuai dengan yang diharapkan, maka kualitas pelayanan dipersepsikan sebagai kualitas yang memuaskan. Jika pelayanan yang diterima melampaui harapan pelanggan, maka kualitas pelayanan dipersepsi sebagai kualitas yang ideal. Sebaliknya jika pelayanan dipersepsikan buruk. Dengan demikian baik tidaknya kualitas pelayanan tergantung pada kemampuan penyedia jasa (pelayanan) dalam memenuhi harapan pelanggannya secara konsisten. Kualitas total suatu jasa menurut Fandy Tjiptono (2000: 60) terdiri dari tiga komponen, yaitu:
a. Technical quality, yaitu komponen yang terkait dengan kualitas output jasa yang diterima pelanggan. Hal ini dapat diperinci lagi menjadi:
1) Search quality, yaitu kualitas yang dapat dievaluasi pelanggan sebelum membeli, misalnya harga.
2) Experience quality, yaitu kualitas yang hanya bisa dievaluasi pelanggan setelah membeli atau mengkonsumsi jasa, yaitu kualitas yang sukar dievaluasi pelanggan meskipun telah mengkonsumsi
suatu jasa.
b. Functional quality, yaitu komponen yang berkaitan dengan kualitas cara penyampaian suatu jasa.
c. Corporate image, yaitu profil, reputasi, citra umum dan daya tarik khusus suatu perusahaan.
Pelayanan yang berkualitas dapat didayagunakan dengan mengidentifikasikan bentuk kepuasan pelayanannya.
Menurut Zeithaml et.al (1996: 37) perwujudan kepuasan pelanggan dapat diidentifikasikan melalui dimensi kualitas pelayanan, yaitu:
a. Realibility, yaitu kemampuan sesuai dengan yang telah dijanjikan dengan akurat dan terpercaya.
b. Responsiveness, yaitu keinginan untuk membantu para pelanggan dan memberikan pelayanan dengan sebaik mungkin.
c. Assurance, yaitu pengetahuan dan kesopansantunan para pegawai perusahaan serta kemampuan mereka untuk menumbuhkan rasa percaya para pelanggan kepada perusahaan
d. Empathy, yaitu perhatian yang tulus yang diberikan kepada para pelanggan.
e. Tangibles, yaitu penampilan dan kemampuan sarana dan prasarana fisik yang dapat diandalkan untuk memberikan pelayanan sesuai dengan yang telah dijanjikan.
Parasuraman et.al (1985: 44) memformulasikan model kualitas pelayanan yang dibutuhkan untuk mencapai kualitas pelayanan yang tinggi, yaitu:
a. Gap antara harapan konsumen dengan persepsi manajemen. Manajemen tidak selalu memahami secara tepat apa yang diinginkan nasabah.
b. Gap antara persepsi manajemen dan spesifikasi kualitas pelayanan. Manajemen mungkin memahami secara tepat keinginan nasabah, tetapi tidak menetapkan suatu standar kinerja spesifik.
c. Gap antara spesifikasi kualitas pelayanan dan pelayanan yang disediakan. Terjadi karena pegawai mungkin tidak/kurang diberi pelatihan atau tidak mampu memenuhi standar yang telah distandar.
d. Gap antara penyedia pelayanan dan komunikasi eksternal. Terjadi karena adanya ketidaksesuaian atau kurangnya informasi yang diberikan (misalnya lewat brosur, iklan dan sebagainya) dengan keadaan yang ada.
e. Gap antara pelayanan yang dirasakan/diterima dengan pelayanan yang diharapkan. Hal ini terjadi karena adanya ketidaksesuaian antara yang diharapkan nasabah dengan pelayanan yang dirasakan. Pengukuran kualitas pelayanan amat penting karena kepuasan konsumen ditentukan oleh banyak faktor yang tidak berwujud. Tidak seperti produk barang yang mempunyai tampilan fisik yang mudah diukur secara obyektif. Kegagalan manajemen untuk memenuhi harapan konsumen menimbulkan citra buruk bagi perusahaan. Hal ini terjadi karena adanya perbedaan antara pelayanan yang diharapkan dengan pelayanan yang diterima.
Tjiptono (2000: 55) memberikan secara ringkas tentang manfaat kualitas pelayanan, sebagai berikut:
a. Loyalitas pelanggan yang lebih besar.
b. Pangsa pasar yang lebih besar
c. Harga saham yang lebih tinggi.
d. Harga jual yang lebih tinggi.
e. Produktivitas yang lebih besar.
Kesemuanya itu akan mengarah pada daya saing yang berkelanjutan dalam organisasi yang mengupayakan pemenuhan kualitas yang bersifat custumer driver. Selain hal tersebut, menurut Elthaitammy, setiap perusahaan atau organisasi memerlukan service excellence atau pelayanan yang unggul, yaitu suatu sikap atau cara pegawai dalam melayani pelanggan secara memuaskan. Ada empat unsur pokok dalam konsep ini, yaitu kecepatan, ketepatan, keramahan dan kenyamanan. Keempat komponen tersebut merupakan satu kesatuan pelayanan yang terpadu, maksudnya pelayanan menjadi tidak unggul bila ada salah satu komponen yang kurang (Eilhatammy dalam Tjiptono, 2000: 58).
a. Realibility, yaitu kemampuan sesuai dengan yang telah dijanjikan dengan akurat dan terpercaya.
b. Responsiveness, yaitu keinginan untuk membantu para pelanggan dan memberikan pelayanan dengan sebaik mungkin.
c. Assurance, yaitu pengetahuan dan kesopansantunan para pegawai perusahaan serta kemampuan mereka untuk menumbuhkan rasa percaya para pelanggan kepada perusahaan
d. Empathy, yaitu perhatian yang tulus yang diberikan kepada para pelanggan.
e. Tangibles, yaitu penampilan dan kemampuan sarana dan prasarana fisik yang dapat diandalkan untuk memberikan pelayanan sesuai dengan yang telah dijanjikan.
Parasuraman et.al (1985: 44) memformulasikan model kualitas pelayanan yang dibutuhkan untuk mencapai kualitas pelayanan yang tinggi, yaitu:
a. Gap antara harapan konsumen dengan persepsi manajemen. Manajemen tidak selalu memahami secara tepat apa yang diinginkan nasabah.
b. Gap antara persepsi manajemen dan spesifikasi kualitas pelayanan. Manajemen mungkin memahami secara tepat keinginan nasabah, tetapi tidak menetapkan suatu standar kinerja spesifik.
c. Gap antara spesifikasi kualitas pelayanan dan pelayanan yang disediakan. Terjadi karena pegawai mungkin tidak/kurang diberi pelatihan atau tidak mampu memenuhi standar yang telah distandar.
d. Gap antara penyedia pelayanan dan komunikasi eksternal. Terjadi karena adanya ketidaksesuaian atau kurangnya informasi yang diberikan (misalnya lewat brosur, iklan dan sebagainya) dengan keadaan yang ada.
e. Gap antara pelayanan yang dirasakan/diterima dengan pelayanan yang diharapkan. Hal ini terjadi karena adanya ketidaksesuaian antara yang diharapkan nasabah dengan pelayanan yang dirasakan. Pengukuran kualitas pelayanan amat penting karena kepuasan konsumen ditentukan oleh banyak faktor yang tidak berwujud. Tidak seperti produk barang yang mempunyai tampilan fisik yang mudah diukur secara obyektif. Kegagalan manajemen untuk memenuhi harapan konsumen menimbulkan citra buruk bagi perusahaan. Hal ini terjadi karena adanya perbedaan antara pelayanan yang diharapkan dengan pelayanan yang diterima.
Tjiptono (2000: 55) memberikan secara ringkas tentang manfaat kualitas pelayanan, sebagai berikut:
a. Loyalitas pelanggan yang lebih besar.
b. Pangsa pasar yang lebih besar
c. Harga saham yang lebih tinggi.
d. Harga jual yang lebih tinggi.
e. Produktivitas yang lebih besar.
Kesemuanya itu akan mengarah pada daya saing yang berkelanjutan dalam organisasi yang mengupayakan pemenuhan kualitas yang bersifat custumer driver. Selain hal tersebut, menurut Elthaitammy, setiap perusahaan atau organisasi memerlukan service excellence atau pelayanan yang unggul, yaitu suatu sikap atau cara pegawai dalam melayani pelanggan secara memuaskan. Ada empat unsur pokok dalam konsep ini, yaitu kecepatan, ketepatan, keramahan dan kenyamanan. Keempat komponen tersebut merupakan satu kesatuan pelayanan yang terpadu, maksudnya pelayanan menjadi tidak unggul bila ada salah satu komponen yang kurang (Eilhatammy dalam Tjiptono, 2000: 58).
No comments:
Post a Comment