Syukur Alhamdulillah kita sampaikan ke hadirat Allah SWT, dengan rahmat dan karunia-Nyalah makalah ini dapat disusun dan diselesaikan dengan baik.
Pembuatan makalah ini dimaksudkan sebagai salah satu pegangan / kajian bagi mahasiswa untuk meningkatkan kemampuan dan pengetahuan mengenai UNDANG-UNDANG ITE (INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK).
Walaupun makalah ini telah diselesaikan dengan baik, bukanlah berarti makalah ini telah sempurna. Oleh sebab itu, saya mengharapkan kritik dan masukan yang bersifat membangun dari berbagai pihak untuk penyempurnaan di masa mendatang.
Kepada semua pihak yang terkait dalam pembuatan dan penyusunan makalah ini saya ucapkan terima kasih.
Akhirnya, saya berharap makalah ini dapat memberikan manfaat dan sumber pengetahuan yang sangat berguna bagi seluruh mahasiswa khususnya IAIN sumatera utara.
Wassallam,
Medan, Mei 2013
DAFTAR ISI
A. Kesimpulan
B. Saran
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dinegara kita terkenal dengan Undang-Undang yang berlaku untuk semua masyarakat Indonesia yang melakukan pelanggaran baik itu pemerintahan ataupun masyarakat umum. Untuk dunia informasi teknologi dan elektronik dikenal dengan UU ITE. Undang-Undang ITE ini sendiri dibuat berdasarkan keputusan anggota dewan pada tahun 2008. Keputusan ini dibuat berdasarkan musyawarah mufakat untuk melakukan hukuman bagi para pelanggar terutama di bidang informasi teknologi elektronik.
Untuk dunia maya atau lebih dikenal dengan cyber sudah semakin kita kenal dekat dengan kehidupan sehari-hari di kalangan masyarakat Indonesia. Contoh yang paling gampang adalah situs jejaring sosial yang saat ini ratingnya sangat bagus dalam dunia pertemanan yaitu Facebook. Di dunia facebook itu sendiri sering terjadi pelanggaran yang disalahkan oleh pengguna facebook itu sendiri yang bisa mengakibatkan nyawa seseorang menghilang. Untuk pengguna facebook sendiri dibuat UU ITE No 11 Tahun 2008, ada tiga ancaman yang dibawa UU ITE yang berpotensi menimpa facebook di Indonesia yaitu ancaman pelanggaran kesusilaan [Pasal 27 ayat (1)], penghinaan/pencemaran nama baik [Pasal 27 ayat (3)] dan penyebaran kebencian berdasarkan suku,agama dan ras (SARA) diatur oleh [Pasal 28 ayat (2)]. Dari undang-undang ITE ini bisa dilihat kalau dunia maya itu tidak sebaik yang kita kira,kalau kita memakai jejaring sosial ini dengan semena-mena tidak menutup kemungkinan kita bisa dijerat oleh UU ITE dengan pasal-pasal yang ada.
Tidak hanya untuk dunia maya seperti jejaring sosial yang bisa menjerat kita dalam UU ITE, untuk kasus lainnya seperti menyebar video-video porno melalui alat komunikasi serta pencemaran nama baik melalu media televisi atau radio atau menulisnya dalam sebuah blog yang mayoritasnya bisa diakses oleh para pengguna dunia maya, semua itu pun mempunyai undang-undang ITE. (undang-undang ite, 2010)
BAB II
PEMBAHASAN
A. Makna Di Balik Definisi Informasi Elektronik
Pasal 1 UU ITE mencantumkan diantaranya definisi Informasi Elektronik. Berikut kutipannya :
”Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.”
Dari definisi Informasi Elektronik di atas memuat 3 makna:
1. Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik
2. Informasi Elektronik memiliki wujud diantaranya tulisan, suara, gambar.
3. Informasi Elektronik memiliki arti atau dapat dipahami.
Jadi, informasi elektronik adalah data elektronik yang memiliki wujud dan arti. Informasi Elektronik yang tersimpan di dalam media penyimpanan bersifat tersembunyi. Informasi Elektronik dapat dikenali dan dibuktikan keberadaannya dari wujud dan arti dari Informasi Elektronik. (politik kompasiana, 2010)
B. Keamanan ITE Vs Kejahatan ITE
Keamanan ITE dan Kejahatan ITE selalu beradu dalam berbagai persoalan terkait dengan Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Keamanan ITE telah disinggung pada beberapa pasal dalam UU ITE, berikut ini pasal-pasal yang dimaksudkan.
1. Pasal 12 ayat 1 : Setiap Orang yang terlibat dalam Tanda Tangan Elektronik berkewajiban memberikan pengamanan atas Tanda Tangan Elektronik yang digunakannya.
2. Pasal 15 ayat 1 : Setiap Penyelenggara Sistem Elektronik harus menyelenggarakan Sistem Elektronik secara andal dan aman serta bertanggung jawab terhadap beroperasinya Sistem Elektronik sebagaimana mestinya.
Dari kedua pasal itu, jelas UU ITE mengharuskan atau mewajibkan sistem elektronik yang diselenggarakan termasuk penggunaan tanda tangan elektronik berlangsung dengan aman. Kenyataannya, masih banyak transaksi elektronik yang berlangsung tidak menggunakan sistem elektronik yang aman. Oleh karena itu, ketika dalam suatu perkara di pengadilan yang terkait pelanggaran berupa pengrusakan informasi dan/atau dokumen elektronik serta sistem elektronik seperti tertuang dalam Pasal 30-33 dan Pasal 35, maka Hakim harus mempertimbangkan dua sisi, yaitu :
1. Perbuatan si pelaku kejahatan yang mengakibatkan kerugian.
2. Keamanan Sistem Elektronik yang diselenggarakan.
Hakim dalam membuat Putusan Pidana dapat mengenakan denda atau hukuman penjara kepada si pelaku kejahatan dalam kadar yang mungkin lebih ringan ketika perbuatan dari si pelaku kejahatan berlangsung pada sistem elektronik yang lemah dari segi keamanan (Yunuz, 2009). Oleh karena itu, UU ITE mendorong bagi para pelaku bisnis, atau siapa saja yang melakukan transaksi elektronik untuk sungguh-sungguh memperhatikan persyaratan minimun keamanan sistem elektronik yang diselenggarakan seperti termuat dalam Pasal 16 yakni:
Pasal 16 ayat 1 : Sepanjang tidak ditentukan lain oleh undang-undang tersendiri, setiap Penyelenggara Sistem Elektronik wajib mengoperasikan Sistem Elektronik yang memenuhi persyaratan minimum sebagai berikut:
· Dapat menampilkan kembali Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik secara utuh sesuai dengan masa retensi yang ditetapkan dengan Peraturan Perundang-undangan.
· Dapat melindungi ketersediaan, keutuhan, keotentikan, kerahasiaan, dan keteraksesan Informasi Elektronik dalam Penyelenggaraan Sistem Elektronik tersebut.
· Dapat beroperasi sesuai dengan prosedur atau petunjuk dalam Penyelenggaraan Sistem Elektronik tersebut.
· Dilengkapi dengan prosedur atau petunjuk yang diumumkan dengan bahasa, informasi, atau simbol yang dapat dipahami oleh pihak yang bersangkutan dengan Penyelenggaraan Sistem Elektronik tersebut.
· Memiliki mekanisme yang berkelanjutan untuk menjaga kebaruan, kejelasan, dan kebertanggungjawaban prosedur atau petunjuk.
C. Tidak Semua Tanda Tangan Elektronik Memiliki Kekuatan Hukum dan Akibat Hukum yang Sah
Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) memiliki asas diantaranya netral teknologi atau kebebasan memilih teknologi. Hal ini termasuk memilih jenis tanda tangan elektronik yang dipergunakan untuk menandatangani suatu informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik.
Asas netral teknologi dalam UU ITE perlu dipahami secara berhati-hati, dan para pihak yang melakukan transaksi elektronik sepatutnya menggunakan tanda tangan elektronik yang memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum yang sahseperti diatur dalam pasal 11 ayat 1 UU ITE. (Yunuz, Binushacker, 2009)
Tanda Tangan Elektronik memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah selama memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. Data pembuatan Tanda Tangan Elektronik terkait hanya kepada Penanda Tangan.
2. Data pembuatan Tanda Tangan Elektronik pada saat proses penandatanganan elektronik hanya berada dalam kuasa Penanda Tangan.
3. Segala perubahan terhadap Tanda Tangan Elektronik yang terjadi setelah waktu penandatanganan dapat diketahui.
4. Segala perubahan terhadap Informasi Elektronik yang terkait dengan Tanda Tangan Elektronik tersebut setelah waktu penandatanganan dapat diketahui.
5. Terdapat cara tertentu yang dipakai untuk mengidentifikasi siapa Penandatangannya.
6. Terdapat cara tertentu untuk menunjukkan bahwa Penanda Tangan telah memberikan persetujuan terhadap Informasi Elektronik yang terkait.
D. Kasus mengenai Perbuatan yang Dilarang dalam UU ITE
Selain memuat ketentuan mengenai penyelenggaraan sistem elektronik untuk mendukung informasi dan transaksi elektronik, UU ITE juga memuat pasal-pasal mengenai Perbuatan yang Dilarang dan Ketentuan Pidana. Perbuatan yang Dilarang termuat pada pasal 27 – 37, sedangkan Ketentuan Pidana pada pasal 45 – 52. Pidana dapat berupa pidana penjara atau denda. (Yunuz, Forumkami)
Pada bagian ini, satu contoh kasus yang terkait dengan perbuatan yang dilarang dalam UU ITE. Dengan contoh ini diharapkan para pembaca dapat mengambil pelajaran penting dari pasal-pasal terkait Perbuatan yang Dilarang dan Ketentuan Pidana.
Contoh kasus:
”Si A adalah pemilik rental VCD berbagai macam film. Suatu hari, dia mendapatkan kiriman satu VCD dari seseorang yang tidak dikenal. Isi VCD berupa video singkat yang memuat permainan sex sepasang suami-isteri. Dalam cerita ini, si suami isteri itu sengaja membuat video tersebut untuk kepentingan pribadi bukan untuk dipublikasikan, tapi entah bagaimana video itu jatuh ke tangan orang lain (si A). Kemudian, si A meng-copy video itu ke dalam beberapa VCD, lalu menyebarkan atau menjualnya. Pekerjaan Si A tidak hanya menjual VCD, si A juga memiliki kegemaran untuk merekayasa foto-foto artis menjadi tampak dalam pose bugil, malahan si A memiliki website yang dirancangnya sendiri untuk menfasilitasi pemuatan video dan gambar-gambar pornografi baik gambar asli atau gambar rekayasa.”
Dari kasus di atas, perbuatan si A dapat dijerat dengan pasal-pasal dalam UU ITE sebagai berikut:
1. Perbuatan si A dengan sengaja dan tanpa hak telah mendistribusikan informasi elektronik dan dokumen elektronik berupa video singkat yang melanggar kesusilaan. Untuk itu Pasal 27 ayat 1 akan menjerat si A.
Pasal 27 ayat 1 : ”Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan”.
2. Perbuatan si A melakukan manipulasi terhadap informasi elektronik berupa foto artis untuk diubah menjadi foto dalam pose bugil. Tujuan dari manipulasi ini adalah mencemarkan nama baik artis dan membuat foto hasil rekayasa seolah-olah otentik atau asli. Untuk itu Pasal 27 ayat 3 dan Pasal 35 akan menjerat pula si A.
Pasal 27 ayat 3 : ”Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan atau mentransmisikan atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan atau pencemaran nama baik”.
Pasal 35 : ”Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan manipulasi, penciptaan, perubahan, penghilangan, pengrusakan Informasi Elektronik atau Dokumen Elektronik dengan tujuan agar Informasi Elektronik atau Dokumen Elektronik tersebut dianggap seolah-olah data yang otentik”.
Pasal 35 : ”Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan manipulasi, penciptaan, perubahan, penghilangan, pengrusakan Informasi Elektronik atau Dokumen Elektronik dengan tujuan agar Informasi Elektronik atau Dokumen Elektronik tersebut dianggap seolah-olah data yang otentik”.
3. Perbuatan si A mengakibatkan kerugian bagi suami isteri dan artis. Si suami isteri membuat video itu untuk kepentingan pribadi bukan untuk dipublikasikan. Si artis memiliki foto asli tidak dalam pose bugil, tapi karena ulah si A, foto asli diubah menjadi foto rekayasa dalam pose bugil. Untuk itu Pasal 36 akan menjerat pula si A.
Pasal 36 : ”Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 34 yang mengakibatkan kerugian bagi Orang lain”.
4. Perbuatan si A mengadakan perangkat lunak berupa website yang bertujuan untuk menfasilitasi pendistribusian foto/gambar bersifat pornografi. Untuk itu Pasal 34 ayat 1 bagian a akan menjerat pula si A.
Pasal 34 ayat 1 bagian a : ”Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum memproduksi, menjual, mengadakan untuk digunakan, mengimpor, mendistribusikan, menyediakan, atau memiliki perangkat keras atau perangkat lunak Komputer yang dirancang atau secara khusus dikembangkan untuk memfasilitasi perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 33”.
Dari pasal-pasal yang dapat menjerat si A maka ketentuan pidana yang terkait termuat pada pasal-pasal sebagai berikut:
1. Pasal 45 ayat 1 : ”Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat(1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”
2. Pasal 50 : ”Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).”
3. Pasal 51 ayat 1 : ”Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah).”
4. Pasal 51 ayat 2 : ”Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah).”
E. Peranan Penyelenggara Sertifikasi Elektronik
Peranan Penyelenggara Sertifikasi Elektronik dalam UU ITE hanya sebatas untuk memberikan dukungan teknis yang terkait dengan pembuatan tanda tangan elektronik. Peranan yang dimaksud diantaranya:
1. Menerbitkan Sertifikat Elektronik, tercantum pada Pasal 1, yaitu: “Sertifikat Elektronik adalah sertifikat yang bersifat elektronik yang memuat Tanda Tangan Elektronik dan identitas yang menunjukkan status subjek hukum pada pihak dalam Transaksi Elektronik yang dikeluarkan oleh Penyelenggara Sertifikasi Elektronik.”
2. Memastikan keterkaitan antara tanda tangan elektronik dengan pemiliknya sebagai subjek hukum yang bertanda tangan, hal ini terkait dengan pasal 1 di atas, dan pasal 13 ayat 2, yaitu: “Penyelenggara Sertifikasi Elektronik harus memastikan keterkaitan suatu Tanda Tangan Elektronik dengan pemiliknya.”
3. Walaupun tidak dinyatakan secara eksplisit dalam UU ITE, Penyelenggara Sertifikasi Elektronik memiliki kemampuan untuk dapat memastikan keterkaitan antara tanda tangan elektronik dengan informasi dan dokumen elektronik yang ditanda tangani, karena tanda tangan elektronik terasosiasi dengan informasi elektronik yang ditanda tangani. Hal ini terkait dengan pasal 1 tentang tanda tangan elektronik, yaitu: “Tanda Tangan Elektronik adalah tanda tangan yang terdiri atas Informasi Elektronik yang dilekatkan, terasosiasi atau terkait dengan Informasi Elektronik lainnya yang digunakan sebagai alat verifikasi dan autentikasi.”
F. Sembilan Peraturan Pemerintah dan Dua Lembaga yang baru untuk UU ITE
UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang telah disahkan pada bulan April 2008, pelaksanaannya masih menunggu penerbitan 9 Peraturan Pemerintah dan pembentukan 2 (dua) lembaga yang baru yakni Lembaga Sertifikasi Keandalan dan Penyelenggara Sertifikasi Elektronik. Peraturan Pemerintah tersebut terdiri dari :
1. Lembaga sertifikasi keandalan
2. Tanda tangan elektronik
3. Penyelenggaraan sertifikasi elektronik
4. Penyelenggaraan sistem elektronik
5. Penyelenggaraan transaksi elektronik
6. Penyelenggara agen elektronik
7. Pengelolaan nama domain
8. Tatacara intersepsi
9. Peran pemerintah
Selama proses pembentukan Peraturan Pemerintah untuk UU ITE, Pemerintah perlu secara intensif mendengarkan berbagai masukan dari masyarakat agar Peraturan Pemerintah tersebut dapat diterapkan dengan efektif dan mendapatkan respon positif dari masyarakat. Demikian pula, pelaksanaan UU ITE turut memperhatikan kesiapan masyarakat, karena UU ITE merupakan payung hukum di Indonesia untuk pertama kali dalam bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik. Oleh karena itu, Departemen Komunikasi dan Informatika (Depkominfo) dan Instansi yang terkait perlu intensif melakukan berbagai upaya, diantaranya Sosialisasi UU ITE pada masyarakat termasuk kalangan kampus, peningkatan pengetahuan aparat penegak hukum tentang UU ITE dan berbagai aspek dalam Hukum Telematika.
Dua lembaga yaitu Lembaga Sertifikasi Keandalan dan Penyelenggara Sertifikasi Elektronik masing-masing diharapkan dapat berfungsi sebagai berikut:
1. Lembaga Sertifikasi Keandalan melakukan fungsi administratif yang mencakup registrasi, otentikasi fisik terhadap pelaku usaha, pembuatan dan pengelolaan sertifikat keandalan, dan membuat daftar sertifikat yang dibekukan. Setiap pelaku usaha yang akan melakukan transaksi elektronik dapat memiliki Sertifikat Keandalan yang diterbitkan oleh Lembaga Sertifikasi Keandalan dengan cara mendaftarkan diri. Lembaga Sertifikasi Keandalan akan melakukan pendataan dan penilaian menyangkut identitas pelaku usaha, syarat-syarat kontrak dari produk yang ditawarkan, dan karakteristik produk. Jika pelaku usaha lulus dalam uji sertifikasi oleh Lembaga Sertifikasi Keandalan maka akan memperoleh pengesahan berupa logo trustmark pada homepage pelaku usaha yang menunjukkan bahwa pelaku usaha tersebut layak untuk melakukan usahanya setelah diaudit oleh Lembaga Sertifikasi Keandalan.
2. Penyelenggara Sertifikasi Elektronik melaksanakan fungsi administratif mancakup registrasi, otentikasi fisik terhadap pemohon, pembuatan dan pengelolaan kunci publik maupun kunci privat, pengelolaan sertifikat elektronik dan daftar sertifikat yang dibekukan. Setiap pihak yang akan melakukan transaksi elektronik perlu memenuhi persyaratan minimum dalam UU ITE, singkat kata, memerlukan tanda tangan elektronik dalam melakukan transaksi elektronik. Tanda tangan elektronik ini akan lebih aman jika terdapat pihak ketiga selain para pihak yang bertransaksi. Pihak ketiga tersebut adalah Penyelenggara Sertifikasi Elektronik dengan fungsi utama adalah menerbitkan Sertifikat Elektronik yang memuat data pembuatan tanda tangan elektronik yang dikenal dengan ‘kunci publik’ dan ‘kunci privat’. Pelaku usaha yang ingin mendapatkan Sertifikat Elektronik untuk mendukung penggunaan tanda tangan elektronik dalam melakukan transaksi elektronik dapat mengajukan permohonan kepada Penyelenggara Sertifikasi Elektronik. Lalu, Penyelenggara Sertifikasi Elektronik akan melakukan pendataan dan penilaian meliputi identitas pemohon, otentikasi fisik dari pemohon, dan syarat lainnya. Setelah dinilai dan tidak ada masalah, dilanjutkan dengan penerbitan Kunci Publik, Kunci Privat, dan Sertifikat Elektronik. Dengan Sertifikat Elektronik yang dimiliki oleh para pihak yang bertransaksi secara elektronik akan memberikan rasa aman dan meningkatkan kepercayaan para pihak yang bertransaksi.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pasal 1 UU ITE mencantumkan diantaranya definisi Informasi Elektronik. Berikut kutipannya : ”Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.”
Maka dalam menggunakan teknologi informatika, harus sesuai dengan ketetapan peraturan perundang-undangan. Kesalahan yang dilakukan secara sengaja ataupun tidak sengaja, akan mendapatkan sanksi yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Dengan adanya UU ITE maka akan memperaman setiap kegiatan yang dilakukan secara online dan melindungi hak dari tandatangan Elektronik yang dimiliki oleh seluruh pengguna.
B. Saran
Pemanfaatan yang didapatkan dari penggunaan ITE, seharusnya dapat digunakan dan dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Bukannya memanfaatkannya dalam pelanggaran hukum dan merugikan orang banyak. Walaupun kegiatan tersebut sudah mendapat perhatian yang lebih dari pihak pemerintah dan penegak hukum, hendaknya sebagai pengguna teknologi informatika harus menyadari ketetapan-ketetapan hukum tersebut.
Sebagai warga Negara yang baik, marilah bersama-sama memanfaatkan kecerdasan dalam dunia teknologi informatika dengan sebaik-baiknya. Karena kesadaran individu sendirilah yang sangat berperan penting dalam penegakan setiap peraturan yang dibuat. Jika peraturan tersebut ditaati, maka akan sangat mudah mengatur segala urusan dalam hubungan Internasional. Karena dengan teknologi informasi era ini, memudahkan setiap orang untuk mendapatkan informasi secara cepat dimanapun berada.
DAFTAR PUSTAKA
politik kompasiana. (2010, 03 02). Dipetik 05 14, 2013, dari http://politik.kompasiana.com/2010/03/02/undang-%E2%80%93-undang-ite-dan-penggunaan-facebook-di-indonesia/.
undang-undang ite. (2010, 01 16). Dipetik 05 14, 2013, dari http://hengkyon7.wordpress.com/2010/01/16/undang-undang-ite-antara-positif-dan-negatif/.
Yunuz, G. (2009, 01). Binushacker. Dipetik 05 14, 2013, dari http://www.binushacker.net/polemik-dan-kontroversi-uu-ite.html.
Yunuz, G. (2009, 01). Makhdor. Dipetik 05 14, 2013, dari http://makhdor.blogspot.com/2009/01/uu-ite-antara-peluang-dan-kontroversi_26.html.
Yunuz, G. (t.thn.). Forumkami. Dipetik 05 14, 2013, dari http://www.forumkami.com/forum/blogger/14856-inilah-daftar-pasal-uu-ite-anda-harus-ketahui-supaya-tidak-dipenjara.html.
No comments:
Post a Comment