CARI

Bahan Makalah Hukum Pajak


1.      Rumusan pengertian hukum pajaK
1.1 Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H
Hukum Pajak adalah perikatan yang timbul karena undang-undang (jadi dengan sendirinya) yang mewajibkan seseorang yang memenuhi syarat (Tatbestand) yang ditentukan dalam undang-undang, untuk membayar suatu jumlah tertentu kepada negara (masyarakat) yang dapat dipaksakan, dengan tiada mendapat imbalan yang secara langsung dapat ditunjuk, yang digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara.
1.2 Menurut R. Santoso Brotodihardjo
Hukum pajak yang juga disebut hukum fiscal adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan yang meliputi wewenang pemerintah untuk mengambil kekayaan seseorang dan menyerahkannya kembali kepada masyarakat dengan melalui kas negara, sehingga ia merupakan bagian dari hukum public, yang mengatur hubungan hukum antara negara dan orang-orang atau badan (hukum) yang berkewajiban membayar pajak (selanjutnya disebut wajib pajak).
2.      Kenapa hukum pajak dikatakan hukum publik dan lebih khusus, mengapa termasuk HAN ?
Hukum administrasi negara mengatur tugas pemerintah mencakup hubungan pemerintah dengan rakyat. dalam hubungan seperti itu pula eksistensi hukum pajak itu berada. Didalam hukum pajak itu pemerintah berkapasitas khusus sebagai fiscus sementara di sisi lain rakyat berstatus sebagai subjek pajak dan wajib pajak.

1.      Istilah Lain Dari Hukum Pajak
Malaysia    : cukai
Arab          : jizyah
Afrika        : belasting
Albanian    : porez
Philipina    : buwis
Italia          : tasse
Spanyol     : impuesto
2.      Rumusan pengertian pajak yang mencirikan
a.       Rumusan ekonomi
Pajak dari perspektif ekonomi dipahami sebagai beralihnya sumber daya dari sektor privat kepada sektor publik. Pemahaman ini memberikan gambaran bahwa adanya pajak menyebabkan dua situasi menjadi berubah. Pertama, berkurangnya kemampuan individu dalam menguasai sumber daya untuk kepentingan penguasaan barang dan jasa. Kedua, bertambahnya kemampuan keuangan negara dalam penyediaan barang dan jasa publik yang merupakan kebutuhan masyarakat.

b.       Rumusan hukum
Pajak dilihat dari segi hokum dapat didefinisikan sebagai perikatan yang timbul karena undang-undangg yang mewajibkan seseorang yang memenuhi syarat yang ditentukan dalam undang-undang, untuk membayar suatu jumlah tertentu kepada Negara yang dapat dipaksakan , dengan tidak mendapat imbalan yang secara langsung dapat ditunjuk, yang digunakan untuk membiayai pengeluaran –pengeluaran negara.
c.       Dasar operasional pemungutn pajak
Dasar operasional pemungutan pajak ini mencakup peraturan perundang-undangan dibidang perpajakan yang menjadi pegangan atau pedoman bagi wajib pajak, maupun bagi pejabat pajak dlam melakukan kegiatan perpajakan.
a.       Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 (UU KUP);
b.      Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Pengahasilan, sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhirUndang-undang Nomor 17 Tahun 2000 (UU PPh);
c.       Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa serta Pajak Penjualan Barang Mewah, sebagaimana  telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000 (UU PPN);
d.      Undang-undang  Nomor 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan,sebagaimana  telah diubah beberapa kali  terakhir dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 (UU PBB);
e.       Undang-undang Nomor 13 Tahun 1997 tentang Bea Materai, sebagaimana  telah diubah beberapa kali  terakhir dengan Undang-undang Nomor 13 Tahun 1994 (UU BM);
f.       Undang-undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (UU BPHTB);
g.      Undang-undang Nomor 17 Tahun 2006 (UU KPB);
h.      Undang-undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai, (UU CK);
i.        Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD);
j.        Undang-undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (UU PPDSP);
k.      Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (UU DILJAK);
l.        Peraturan Pemerintah  Nomor 1 Tahun 2007 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan Untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau Daerah-DaerahTertentu;
m.    Peraturan Pemerintah  Nomor 133 tentang Pajak Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak dalam Tahun Berjalan;
n.      Peraturan Pemerintah  Nomor 42 Tahun 1994 tentang Pajak Penghasilan atas Hadiah Undian;
o.      Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 2004 tentang Pengesahan Persetujuan Antara Republik Indonesia dan Republik Portugal untuk Penghindaran Pajak Berganda dan Pencegahan Pengelakan Pajak yang berkenaan dengan Pajak Atas Penghasilan beserta Protokol;
p.      Peraturan Menteri Keuangan RI No: 13/PKM.07/2007 tentang Penetapan Alokasi Kurang Bayar Dana Bagi Hasil Pajak Tahun Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2007;
q.      Peraturan Menteri Keuangan RI No KMK.03/2007 tentang Pemberian Fasilitas Pajak Penghasilan Untuk Penanaman Modal Di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau Daerah-Daerah Tertentu;
r.        Peraturan Menteri Keuangan RI No: 461/PKM.13/2007 tentang Tata Cara Pemungutan Pajak Penghasilan Atas Diskonto Surat Pembendaharaan Negara;
s.       Keputusan Menteri Keuangan No. 642/KMK.04/1994 tentang Nilai Lain Sebagai Dasar Pengenaan Pajak;
t.        Keputusan Menteri Keuangan No. 642/KMK.04/1994 tentang Batasan Pengusaha Pajak Pertambahan Nilai;
u.      Peraturan Direktorat Jendral Pajak No. 69/PJ/2007 tentang Tata Cara Pemberian Surat Keterangan Fiskal;
v.      Peraturan Direktorat Jendral Pajak No. PER-159/PJ/2006 tentang Saat Pembuatan, Bentuk, Ukuran, Pengadaan, Tata Cara Penyampaian dan Tata Cara Pembetulan Faktur Pajak Standar;
w.    Peraturan Direktorat Jendral Pajak No. 69/PJ/2007 tentang Tata Cara Pemberian Fasilitas Pajak Penghasilan Untuk Penanaman Modal Di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau Daerah-Daerah Tertentu.


Tugas 3
1.      Rumusan norma dari asas pemungutan pajak dari berbagai peraturan perundang-undang! Pasalnya dikutip!
a.       Asas equality (keadilan)
pasal 17 ayat (7) Angka 13 undang-undang nomor 36 tahun 2008 tentang pajak penghasilan yang berbunyi “ketentuan ayat ini member wewenang kepada pemerintah untuk menentukan tarif pajak tersendiri yang dapat bersifat final atas jenis penghasilan tertentu sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (2), sepanjang tidak lebih tinggi dari tarif pajak tertinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Penentuan tariff pajak sendiri tersebut didasarkan atas pertimbangan kesederhanaan, keadilan, dan pemerataan dalam pengenaan pajak.”
b.      Asas certainly (kepastian)
Pasal 11 ayat (6) angka 9 undang-undang nomor 36 tahun 2008 tentang pajak penghasilan yang berbunyi “ untuk memberikan kepastian hokum bagi wajib pajak dalam melakukan penyusutan atas pengeluaran harta berwujud, ketentuan ini mengatur kelompok masa menfaat harta dan tarif penyusutan baik menurut metode garis lurus maupun saldo menurun. Yang dimaksud dengan “bangunan tidak permanen” adalah bangunan yang bersifat sementara dan terbuat dari bahan yang tidak tahan lama atau bangunan yang dapat dipindah-pindahkan, yang masa manfaatnya tidak lebih dari 10 (sepuluh) tahun, misalnya barak atau asrama yang dibuat dari kayu untuk karyawan.”
c.       Asas convenience of payment (kemudahan)
Pasal 31A ayat (1) angka 23 undang-undang nomor 36 tahun 2008 tentang pajak penghasilan yang berbunyi “salah satu prinsip yang perlu dipegang teguh di dalam undang-undang perpajakan adalah diterapkannya perlakuan yang sama terhadap semua wajib pajak atau terhadap kasus-kasus dalam bidang perpajakan yang hakikatnya sama, dengan berpegang pada ketentuan peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu, setiap kemudahan dalam bidang perpajakan jika benar-benar diperlukan harus mengacu pada kaidah diatas dan perlu dijaga agar di dalam penerapannya tidak menyimpang dari maksud dan tujuan diberikannya kemudahan tersebut. Tujuan diberikannya kemudahan pajak ini adalah untuk mendorong kegiataninvestasi langsung di Indonesia baik melalui penanman modal asing maupun penanaman modal dalam negeri dalam bidang-bidang usaha tertentu dan atau di daerah-daerah tertentu yang mendapat prioritas tinggi dalam skala nasional. Ketentuan ini juga dapat digunakan untuk menampung kemungkinan perjanjian dengan negara-negara lain dalam bidang perdagangan, investasi dan bidang lainnya.”
d.      Asas economic (efisien)
Pasal 4 ayat (1) angka 4 undang-undang nomor 36 tahun 2008 tentang pajak penghasilan yng berbunyi “undang-undanng ini mnganut prinsip perpajakn atas  penghasilan dalam pengertian yang luas yaitu bahwa pajak dikenakan atas setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterimah atau diperoleh wajib pajak dari manapun asalnya yang dapat dipergunakan untuk konsumsi atau menambah kekayaan wajib pajak tersebut. Pengertian penghasilan dalam undang-undang ini tidak memperhatikan adanya penghasilan dari sumber tertentu, tetapipada adanya tambahan kemampuan ekonomis. Tambahan kemampuan ekonomis yang diterimah atau diperoleh wajib pajak merupakan ukuran terbaik mengenai kemampuan wajib pajak tersebut untuk ikut berssama-sama memikul biaya yang diperlukan pemerintah untuk kegiatan rutin dan pembangunan.
2.      System penghitungan pajak yang dianut Indonesia
a.       Official Assessment System
Adalah suatu system pajak yang memberikan wewenang kepada pemerintah (fiskus-pegawai pajak) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang.
Ciri-ciri Official Assessment System
a.  Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang berada pada fiskus;
b.  Wajib Pajak bersifat pasif;
c. Utang pajak timbul setelah diterbitkan SUrat Pemberitahuan Pajak Terutang atau Surat Ketetapan Pajak oleh fiskus.
b.      Self Assessment System
Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang, kepercayaan, tanggung jawab, kepada Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang terutang dan harus dibayar.

c.       Withholding Assessment System
Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberikan wewenang kepada pihak ketiga untuk memotong atau memungut besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. pajak yang dipotong atau dipungut oleh pihak lain ini, nanti bisa menjadi kredit pajak atau merupakan pelunasan atas pajak terutang.

3.      Fungsi pemungutan pajak
a.       Fungsi Penerimaan (budgetair)
Pajak dalam hal ini berfungsi sebagai penghasilan negara, karena pajak  dan/atau hasil kekyaan alam yang ada di Indonesia merupakan sumber yang terpenting dalam memberikan penghasilan kepada negara. Pajak bertujuan untuk memasukkan uang sebanyak-banyaknya dalam kas negara, dengan maksud untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara.

b.      Fungsi Mengatur (regularend)
Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan berbagai kebijakan di bidang social dan ekonomi. Sebagai contoh, dikenakannya pajak yang tinggi terhadap minuman keras, sehingga konsumsi minuman keras dapat ditekan. Demikian juga terhadap barang mewah dan rokok.



Tugas 4
1.      Stelsel Pemungutan Pajak
a.       Riel Stelsel Atau Stelsel Nyata
Pengenaan pajak didasarkan pada keadaan dari objek pajak yang sesungguhnya. Apabila pajak dikenakan terhadap penghasilan, maka pengenaan pajak itu didasarkan pada penghasilan yang ssungguh-sungguh diterima oleh wajib pajak sehingga pemungutan baru dapat dilakukan pada akhir tahun.
Kelebihan : pajak yang dikenakan lebih realistis
Kekurangan : terlambatnya uang pajak masuk ke dalam kas Negara karena baru dapat dipungut pada akhir periode.
b.      Fictieve Stelsel Atau Stelsel Anggapan
Stelsel yang mendasarkan pemungutan pajak berdasarkan pada suatu anggapan  (fiksi). Anggapannya adalah penghasilan tahun sekarang sama dengan penghasilan tahun yang lalu.
pada awal tahun pajak sudah dapat ditetapkan besarnya pajak yang terutang untuk tahun pajak berjalan.
Kelebihan : uang hasil pajak dapat segera masuk kedalam kas Negara.
Kekurangan : pajak yang dibayar tidak berdasarkan pada keadaan yang sesungguhnya.
c.       Mix Stelsel Atau Stelsel Campuran
Merupakan kombinasi antara stelsel nyata dengan stelsel anggapan. Mula-mula pada awal tahun ditentukan jumlah pajak berdasarkan jumlah anggapantertentu dan kemudian setelh tahun pajak berakhir diadakan koreksisesuai dengan stelsel nyata.
Kelebihan : pada awal tahun pajak, uang pajak sudah dapat masuk kedalam kas Negara dan baik fiscus maupun wajib pajak tidak ada yang dirugikan apabila terjadi perubahan terhadap penghasilan.
Kekurangan : adanya ketetapan yang dilakukan dua kali selama tahun pajak yang bersangkutan yang mengakibatkan pekerjaan, biaya dan tenaga yang digunakan untuk menghitung dan menetapkan utang pajak itu menjadi dua kali lipat.



2. Dasar teori pemungutan pajak
a.       Teori Asuransi
Pajak diibaratkan sebagai suatu premi asuransi yang harus dibayar oleh setiap orang karena orang mendapatkan perlindungan atas hak-haknya dari pemerintah.
b.      Teori Kepentingan
Negara mengenakan pajak terhadap rakyatnya karena Negara telah melindungi kepentingan rakyat. Teori ini mengukur besarnya pajak sesuai dengan besarnya kepentingan wajib pajak yang dilindungi. Jadi bila lebih besar kepentingan yang dilindungi maka lebih besar pajak yang harus dibayar.
c.       Teori Gaya Pikul
Setiap orang yang dikenakna pajak sama beratnya. Pajak yang harus dibayar adalah menurut  gaya pikul seseorang yang ukurannya adalah besarnya penghasilan dan besarnya pengeluaran.
d.      Teori Daya Beli
Pajak diibaratkan sebagai pompa yang menyedot daya beli seseorang atau anggota masyarakat, yang kemudian dikembalikan lagi kepada masyarakat. Jadi sebenarnya uang yang berasal dari rakyat itu dikembaklikan lagi kepada masyarakat melalui saluran lain untuk kesejahteraan masyarakat.

3. Yuridiksi Pemungutan Pajak
a.       Berdasarkan Asas Sumber
Pemungutan pajak tidak dapat dilepaskan dari sumber atau tempat objek pajak berada. Negara diman sumber itu berada mempunyai wewenang untuk mengenakan pajak atas hasil yang keluar dari sumber itu.
b.      Berdasarkan Asas Kewarganegaraan
Mendasarkan pengenaan pajak berdasarkan pada status kewarganegaraan seseorang. Yang melekukan pemungutan pajak adalah Negara asal wajib pajak. Yang dikenakan pajak adalah semua orang yang mempunyai kewarganegaraan tersebut, tanpa memandang tempat tinggalnya.


c.       Asas Tempat Tinggal
Mengandung  arti bahwa Negara dimana seseorang bertempat tinggal, tanpa memandang kewarganegaraannya, mempunyai hak yang tak terbatas untuk mengenakan pajak terhadap orang-orang itu, dari semua pendapatan yang diperolehan orang itu dengan tajk menghiraukan dimana pendapatan itu diperoleh.Baca juga tentang: MAKALAH LAPORAN AUDIT / OPINI AUDIT.




Tugas
1.      Tuliskan perbedaan antara subyek pajak dengan wajib pajak ?
Subyak pajak adalah mereka (orang tau badan) yang memenuhi syarat subyaktif. Meraka ini mempunyai potensi untuk dikenakan pajak tetapi belum tentu dikenakan pajak. Sedangkan wajib pajak adalah mereka (orang atau badan) yang selain memenuhi syarat subyektif , juga harus memenuhi syarat obyektif. Jadi wajib pajak tidak hanya potensial untuk dikenakan pajak, melaiankan lebih dari itu memang sudah dikenakan kewajiban untuk membayar utang pajak. Dengan demikian dapat dikatakan subyek pajak belum tentu menjadi wajib pajak , ykni bila tidak memenuhi syarat obyektif, sedangkan wajib pajak dengan sendirinya termasuk subyek pajak.
2.      Tuliskan pula pengertian wajib pajak menurut UU no. 28 tahun 2007 ?
Wajib pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayaran pajak, pemotongan pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
3.      Tuliskan secara lengkap subyek pajak dari ke 4 jenis UU yang telah dijelaskan dan kapan dari masing-masing subyek pajak tersebut berubah statusnya menjadi wajib pajak ?
a.       Undang-Undang No. 7  Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan Sebagaimana Telah Diubah Dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008
Pasal 2
(1) Yang menjadi subjek pajak adalah:
a.    1. orang pribadi;
2. warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak;
b.    badan; dan
c.    bentuk usaha tetap.
(1a) Bentuk usaha tetap merupakan subjek pajak yang perlakuan perpajakannya dipersamakan dengan subjek pajak badan.
(2) Subjek pajak dibedakan menjadi subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri.
(3) Subjek pajak dalam negeri adalah:
a.       orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia;
b.      badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria:
1.      pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;
2.      pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;
3.      penerimaannya dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah; dan
4.      pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara; dan
c.       warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak.
(4) Subjek pajak luar negeri adalah :
a.       orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia; dan
b.      orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
(5) Bentuk usaha tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, yang dapat berupa:
a.       tempat kedudukan manajemen;
b.      cabang perusahaan;
c.       kantor perwakilan;
d.      gedung kantor;
e.       pabrik;
f.       bengkel;
g.      gudang;
h.      ruang untuk promosi dan penjualan;
i.        pertambangan dan penggalian sumber alam;
j.        wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi;
k.      perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan;
l.        proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan;
m.    pemberian jasa dalam bentuk apa pun oleh pegawai atau orang lain, sepanjang dilakukan lebih dari 60 (enam puluh) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan;
n.      orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas;
o.      agen atau pegawai dari perusahan asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau menanggung risiko di Indonesia; dan
p.      komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa, atau digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan kegiatan usaha melalui internet. 

b.      Undang-Undang No. 12 Tahun 1985 Tentang Pajak Bumi Dan Bangunan Sebagaimana Telah Diubah Dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994
Pasal 4(1)
“Yang menjadi subyek pajak adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi, dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan.”
c.       Undang-Undang No. 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Dan Atau Penjualan Atas Barang Mewah Sebagaimana Telah Diubah Dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009
Subyek pajak
1). Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang ini.
2). Orang pribadi atau badan yang memanfaatkan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean sebagaimana dimaksud
5.      Tuliskan hak dan kewajiban wajib pajak serta wewenang pejabat pajak ?
Berdasarkan undanu-undang nomor 6 tahun 1983 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan, sebagaimana telah diubah dengan undang-undang nomor 16 tahun 2000, hak dan kewajiban wajib pajak sebagai berikut :
a.       Kewajiban wajib pajak
1)      Mendaftarkan diri ke KPP untuk memperoleh NPWP.
2)      Wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan menjadi pengusaha kena pajak.
3)      Mengambil sendiri surat pemberitahuan di tempat yang ditetapkan oleh direktur jendral pajak.
4)      Wajib pajak wajib mengisi dan menyampaikan surat pemberitahuan dengan benar, lengkap, jelas, dan menandatanganinya.
5)      Wajib membayar atau menyetor pajak yang terutang ke kas negara melalui kantor pos dan atau Bank Persepsi.
6)      Wajib menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan.
7)      Dalam hal pemeriksaan pajak, wajib pajak wajib :
a)      Memperlihatkan dan atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas.
b)      Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan yang dipandang perlu dan memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan;
c)      Memberikan keterangan yang diperlukan.
b.      Hak wajib pajak
1)      Wajib pajak berhak untuk menerima tanda bukti pelaporan SPT.
2)      Wajib pajak berhak untuk mengajukan permohonan penundaan penyampaian SPT.
3)      Wajib pajak berhak untuk membetulkan surat pemberitahuan yang telah disampaikan ke KPP.
4)      Wajib pajak dapat untuk mengajukan permohonan penundaan dan permohonan untuk mengangsur pembayaran pajak sesuai dengan kemampuannya.
5)      Wajib pajak berhak untuk mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak.
6)      Wajib pajak berhak untuk mengajukan permohonan pembetulan salah tulis atau kekeliruan yang terdapat dalam surat ketetapan pajak.
7)      Wajib pajak berhak mengajukan banding kepengadilan pajak atas keputusan keberatan yang diterbitkan oleh direktur jendral pajak.
8)      Wajib pajak berhak untuk mengajukan permohonan penghapusan atau pengurangan pengenaan sanksi perpajakan serta pembetulan ketetapan pajak yang salah atau keliru.
9)      Wajib pajak berhak memberikan kuasa khusus kepada orang lain yang dipercayainya untuk mewakilinya dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
c.       Wewenag pejabat pajak
1)      Menerbitkan surat ketetapan pajak
2)      Menerbitkan surat tagihan pajak
3)      Menerbitkan keputusan
4)      Melakukan pemeriksaan
5)      Melakukan penyegelan
6)      Mengangkat dan melakukan pemberhentian pejabat untuk melaksanakan peraturan perundang-undangan perpajakan.
7)      Mengangkat dan melakukan pemberhentian Petugas Pajak
8)      Mengangkat dan melakukan pemberhentian Juru Sita Pajak

6.      Pengecualian subyek pajak uu no. 36 tahun 2008
Pasal 3
(1). Yang tidak termasuk subyek pajak sebagaiman yang dimaksud dalam pasal 2 adalah :
a.       Kantor perwakilan negara asing
b.      Pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat-pejabat lain dari negara asing dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan diluar jabatan atau pekerjaannya tersebut serta negara bersangkutan memberikan perlakuan timbale balik.
c.       Organisasi-organisasi internasional dengan syarat :
1.      Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut;dan
2.      Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain memberikan pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota;
d.      Pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional sebagaimana dimaksud pada huruf c, dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha, kegiatan, atau pekerjaan lainuntuk memperoleh penghasilan dari Indonesia.
(2). Organisasi internasional yang tidak termasuk subyek pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1)  huruf c ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan. Baca juga tentang: MAKALAH HUBUNGAN PERTUMBUHAN LABA TERHADAP Working Capital to Total Asset (WCTA),Hubungan Current Liability to Inventory (CLI), Operating Income to Total Liabilities (OITL), Total Assets Turnover (TAT), Net Profit Margin (NPM), Gross Profit Margin (GPM) .

Hukum Pajak

A. Hukum Pajak
1. Pengertian Hukum Pajak
Hukum pajak, dalam bahasa Inggris, disebut tax law. Dalam bahasa Belanda, hukum pajak disebut belasting recht. Di Indonesia, selain digunakan istilah hukum pajak, juga digunakan istilah hukum fiskal. Sebenarnya hukum pajak dengan hukum fiskal memiliki substansi yang berbeda. Hukum pajak hanya sekadar membicarakan tentang pajak sebagai objek kajiannya, sedangkan hukum fiskal meliputi pajak dan sebagian keuangan Negara sebagai objek kajiannya.
Hukum pajak dalam arti luas adalah hukum yang berkaitan dengan pajak. Hukum pajak dalam arti sempit adalah seperangkat kaidah hukum tertulis yang memuat sanksi hukum. Hukum pajak sebagai bagian ilmu hukum tidak lepas dari sanksi hukum sebagai substansi di dalamnya agar Pejabat Pajak maupun Wajib Pajak menaati kaidah hukum. Sanksi hukum yang dapat diterapkan berupa sanksi administrasi dan sanksi pidana.
Hukum pajak ialah suatu kumpulan peraturan yang mengatur hubungan antara pemerintah sebagai pemungut pajak dan rakyat sebagai pembayar pajak (Rochmat Soemitro, 1979). Dengan kata lain, hukum pajak menerangkan:
a. Siapa-siapa Wajib Pajak (subjek pajak);
b. Objek-objek apa yang dikenakan pajak (objek pajak);
c. Kewajiban Wajib Pajak terhadap pemerintah;
d. Timbulnya dan hapusnya utang pajak;
e. Cara penagihan pajak;
f. Cara mengajukan keberatan dan banding pada peradilan pajak
Undang-undang No. 28 Tahun 2007 (UU KUP) tidak menyebutkan pengertian hukum pajak, melainkan hanya menyatakan kedudukannya sebagai “ketentuan umum” bagi peraturan perundang-undangan perpajakan yang lain. UU KUP merupakan kaderwet yang berfungsi sebagai payung terhadap undang-undang pajak yang sifatnya sektoral.
Pengertian hukum pajak dapat memberi petunjuk bagi penegak hukum pajak dalam menggunakan wewenang dan kewajibannya untuk menegakkan hukum pajak. Sebaliknya, dapat dijadikan pedoman bagi Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban dan menggunakan hak dalam rangka memperoleh perlindungan hukum sebagai konsekuensi dari penegakan hukum pajak.
Penegakan hukum pajak di dalam lembaga peradilan dilakukan melalui lembaga peradilan pajak maupun lembaga peradilan umum. Penegakkan hukum pajak melalui lembaga peradilan pajak tertuju pada penyelesaian sengketa pajak dan dilakukan dalam Lembaga Keberatan, Pengadilan Pajak, dan Mahkamah Agung, atau hanya Pengadilan Pajak dan Mahkamah Agung saja. Penegakan hukum pajak melalui lembaga peradilan umum tertuju pada penyelesaian tindak pidana pajak dan dilakukan oleh Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, dan Mahkamah Agung. Sedangkan penegakan hukum pajak di luar lembaga peradilan dilakukan oleh Pejabat Pajak dengan menggunakan wewenang berupa menerbitkan surat ketetapan pajak dan surat keputusan yang terkait dengan penagihan pajak.
2. Tugas Hukum Pajak
Tugas umum yang harus diemban oleh hukum pajak adalah:
a. Menelaah keadaan masyarakat yang dapat dihubungkan dengan pengenaan pajak;
b. Merumuskannya kedalam peraturan-peraturan hukum;
c. Menafsirkan peraturan-peraturan hukum tersebut;
d. Mengatur ketentuan-ketentuan pidana;
e. Mengatur ketentuan-ketentuan administrasi;
f. Mengatur ketentuan peradilan administrasi dan peradilan pajak.
Tugas Khusus hukum pajak adalah sebagai alat kebijaksanaan untuk menentukan politik perekonomian ataupun tugas di luar kepentingan keuangan negara.
3. Kegunaan (Fungsi) Hukum Pajak
Fungsi hukum pajak berkaitan erat dengan fungsi dari negara. Beberapa fungsi dari negara seperti:
a. Mensejahterakan dan memakmurkan masyarakat
Negara yang sukses dan maju adalah negara yang bisa membuat masyarakat bahagia secara umum dari sisi ekonomi dan sosial kemasyarakatan.
b. Melaksanakan ketertiban
Untuk menciptakan suasana dan lingkungan yag kondusif dan damai diperlukan pemeliharaan ketertiban umum yang didukung penuh oleh masyarakat.
c. Pertahanan dan keamanan
Negara harus bisa memberi rasa aman serta menjaga dari segala macam gangguan dan ancaman baik yang datang dari dalam maupun dari luar.
d. Menegakkan keadilan
Negara membentuk lembaga-lembaga peradilan sebagai tempat warga meminta keadilan di segala bidang.
Untuk menjalankan fungsi tersebut di atas, negara membutuhkan biaya yang besar jumlahnya dan sifatnya rutin. Biaya tersebut harus ditanggung oleh setiap warganya yang dinilai mampu memberikan sumbangsih yang kemudian dikenal sebagai pajak. Sumbangsih dari warga negara tersebut harus dibuat aturan yang jelas dalam pelaksanaannya, sehingga dibuatlah hukum pajak yang berfungsi mengatur perpindahan harta dari masyarakat (wajib pajak) kepada publik (dengan melalui kas negara) tersebut berjalan dengan baik, teratur, tertib dan adil serta tidak menimbulkan kesewenang-wenangan dari pelaksana hukum.
Melalui fungsi dari hukum pajak, maka diharapkan fungsi budgetair (mengisi kas negara untuk kemudian digunakan membiayai pengeluaran negara/melaksanakan pembangunan) dari pemungutan pajak dapat terlaksana dengan baik dan adil. Dalam pembentukan hukum pajak harus nampak pula fungsi regulerent (mengatur) sehingga pemerintah dapat mengatur pertumbuhan ekonomi melalui kebijaksanaan pajak seperti menggiring penanaman modal baik dalam negeri maupun luar negeri dengan pemberian berbagai keringanan pajak.

B. Pajak
1. Definisi Pajak

Negara dalam menyelenggarakan pemerintahan mempunyai kewajiban untuk menjaga kepentingan rakyatnya, baik dalam bidang kesejahteraan, keamanan, pertahanan, maupun kecerdasan kehidupannya. Hal ini sesuai dengan tujuan Negara yang dicantumkan di dalam Pembukaan UUD 1945 pada alinea keempat yang berbunyi “melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia serta untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan keadilan sosial.” Negara memerlukan dana untuk mewujudkan tujuan tersebut, sehingga diperlukan dana yang tentunya didapat dari rakyat itu sendiri melalui pemungutan pajak.
Kemudian dalam Pasal 23A UUD 1945 hasil amandemen disebutkan bahwa pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan Negara diatur dengan undang-undang. Dengan kata lain, pajak harus berlandaskan undang-undang, berarti pemungutan pajak tersebut telah mendapat persetujuan dari rakyat melalui perwakilannya di DPR yang biasa disebut “berdasarkan yuridis”. Asas ini telah memberikan jaminan hukum yang tegas akan hak Negara dalam memungut pajak.
Dalam UU KUP No. 28 Tahun 2007 Pasal 1 angka 1, disebutkan bahwa pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Definisi mengenai “pajak” ini baru diatur dalam UU KUP No. 28 Tahun 2007. Dalam UU KUP sebelumnya, tidak pernah diterangkan secara lugas mengenai pengertian “pajak” sebagai kontribusi wajib kepada Negara.

2. Ciri Pajak
Ada lima unsur yang melekat dalam pengertian pajak tersebut, yaitu:
a. Pembayaran pajak harus berdasarkan undang-undang;
b. Sifatnya dapat dipaksakan;
c. Tidak ada kontra-prestasi (imbalan) yang langsung dapat dirasakan oleh pembayar pajak;
d. Pemungutan pajak dilakukan oleh negara baik oleh pemerintah pusat maupun daerah;
e. Pajak digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran pemerintah bagi kepentingan masyrakat umum.
Sifat pemungutan pajak yang dapat dipaksakan dapat dijelaskan dimana uang yang dikumpulkan dari pajak akan dikembalikan kepada rakyat dalam bentuk pembangunan serta pelayanan yang diberikan oleh pemerintah. Supaya ada kepastian dalam proses pengumpulannya dan berjalannya pembangunan secara berkesinambungan, maka sifat pemaksaannya harus ada dan rakyat itu sendiri telah menyetujuinya dalam bentuk undang-undang. Unsur pemaksaan disini berarti apabila Wajib Pajak tidak mau membayar pajak, pemerintah dapat melakukan upaya paksa dengan mengeluarkan suatu surat paksa agar Wajib Pajak mau melunasi utang pajaknya.

C. Fungsi Pajak
Dalam dunia perpajakan, sering disebutkan bahwa fungsi pajak ada dua yaitu fungsi budgeter dan regulerend. Namun dalam perkembangannya fungsi pajak tersebut dapat dikembangkan dan ditambah dua fungsi lagi yaitu fungsi demokrasi dan fungsi redistribusi.
Fungsi budgeter adalah fungsi yang letaknya di sektor publik, yaitu fungsi untuk mengumpulkan uang pajak sebanyak-banyaknya sesuai dengan peraturan-peraturan yang berlaku, yang pada waktunya akan digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran Negara. Dalam APBNP 2011, target penerimaan perpajakan mencapai Rp878,7 triliun. Jumlah ini 75,4% (persen) dari total penerimaan negara, yaitu sebesar Rp1.165,3 triliun
Fungsi regulerend adalah suatu fungsi bahwa pajak-pajak tersebut akan digunakan sebagai suatu alat untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang letaknya di luar bidang keuangan. Dalam hal ini, pajak berfungsi sebagai alat pengatur keadaan sosial dan ekonomi. Salah satu contohnya yaitu adanya pengenaan pajak dengan tarif yang tinggi untuk PPnBM (Pajak Penjualan atas Barang Mewah).

Fungsi demokrasi dari pajak adalah suatu fungsi yang merupakan salah satu penjelmaan atau wujud sistem gotong royong dalam kegiatan pemerintahan dan pembangunan demi kemaslahatan manusia. Fungsi demokrasi pada masa sekarang ini sering dikaitkan dengan hak seseorang dalam memperoleh pelayanan dari pemerintah. Apabila seseorang telah melakukan kewajiban membayar pajak kepada Negara sesuai ketentuan yang berlaku, maka ia mempunyai hak untuk mendapatkan pelayanan yang baik dari pemerintah. Bila pemerintah tidak memberikan pelayanan yang baik, pembayar pajak bisa melakukan protes (complaint) terhadap pemerintah.
Fungsi redistribusi yaitu fungsi yang lebih menekankan pada unsur pemerataan dan keadilan dalam masyrakat. Hal ini dapat terlihat misalnya dengan adanya tarif progresif pada undang-undang pajak yang mengenakan pajak lebih besar kepada masyarakat yang mempunyai penghasilan besar dan pajak yang lebih kecil kepada masyarakat yang mempunyai penghasilan lebih sedikit (kecil).

D. Retribusi
Pungutan lain yang bersifat memaksa seperti retribusi pada dasarnya memiliki ciri yang sama dengan pajak, kecuali dalam hal imbalannya yang langsung dapat dirasakan oleh pembayar retribusi. Unsur yang melekat pada pengertian retribusi adalah:
a. Pungutan retribusi harus berdasarkan undang-undang;
b. Sifat pungutannya dapat dipaksakan;
c. Pemungutannya dilakukan oleh Negara;
d. Digunakan untuk pengeluaran bagi masyarakat umum; dan
e. Kontra-prestasi (imbalan) langsung dapat dirasakan oleh pembayar retribusi.
Umumnya pungutan atas retribusi diberikan atas pembayaran berupa jasa atau pemberian izin tertentu yang disediakan oleh pemerintah kepada setiap orang atau badan. Karena kontra-prestasinya langsung dapat dirasakan, maka dari sudut sifat paksaanya lebih mengarah pada hal yang bersifat ekonomis. Apabila manfaat ekonomisnya telah dirasakan tetapi retribusinya tidak dibayar, maka secara yuridis pelunasannya dapat dipaksakan seperti halnya pajak.

E. Sumbangan
Istilah sumbangan ini berlandasan pemikiran bahwa biaya-biaya yang dikeluarkan untuk prestasi pemerintah tertentu tidak boleh dikeluarkan dari kas umum, karena prestasi itu tidak ditujukan kepada penduduk seluruhnya, tetapi hanya untuk sebagian tertentu saja. Hanya golongan tertentu dari penduduk ini sajalah yang diwajibkan membayar sumbangan itu. Sebagai contoh pemungutan sumbangan yang hasilnya ditujukan untuk pembuatan dan pemeliharaan jalan yang khususnya bermanfaat bagi para pemakai jalan tersebut.
Walaupun kelihatan hampir sama, namun sumbangan ini tidak boleh disamakan denga Retribusi. Pada retribusi dapatlah ditunjuk seseorang yang mengenyam kenikmatan kontra-prestasi dari pemerintah, sedangkan pada sumbangan yang mendapat prestasi kembali ini adalah suatu kelompok/golongan
F. Zakat/Sumbangan Keagamaan
Zakat merupakan Rukun Islam yang ketiga. Secara bahasa, zakat berarti tumbuh dan bertambah. Secara istilah, berarti hak wajib pada harta tertentu yang wajib diberikan kepada kalangan tertentu dan pada waktu tertentu. Zakat diwajibkan pada harta orang dewasa dan anak-anak, laki-laki dan wanita, jika harta dimilikinya secara sempurna mencapai nisab, melewati haul (sampai satu tahun kepemilikannya) dan pemiliknya adalah seorang muslim yang merdeka.
Berdasarkan UU Pajak Penghasilan, zakat yang disalurkan melalui Amil Zakat (badan yang sudah disahkan oleh Pemerintah untuk mengumpulkan zakat), maka dapat diperhitungkan sebagai pengurang dari penghasilan wajib pajak.
G. Kedudukan Hukum Pajak dalam Tatanan Hukum Nasional
Pembagian hukum sesuai civil law system (sistem hukum Romawi/Eropa Kontinental) memberikan pemisahan yang tegas antara hukum privat dan hukum publik. Hukum privat mengatur sekalian perkara yang berisi hubungan antara sesama warga negara dalam kedudukasn yang sederajat, seperti masalah perkawinan, waris, keluarga, dan perjanjian. Sedangkan hukum publik mengatur kepentingan umum, seperti hubungan antara warga negara dengan negara. Hukum publik berkaitan dengan hal-hal yang berhubungan dengan masalah kenegaraan serta bagaimana negara itu melaksanakan tugasnya.

Hukum yang masuk ke dalam bagian hukum privat, misalnya hukum perdata, hukum dagang, hukum perkawinan, dan sebagainya. Hukum yang masuk ke dalam hukum publik, misalnya hukum tata negara, hukum administrasi (hukum tata usaha negara), hukum pidana, dan hukum internasional. Berdasarkan pembagian hukum tersebut, ternyata hukum pajak tidak berdiri sendiri, melainkan berada dalam kandungan hukum administrasi sebagai bagian dari hukum publik.
Hukum pajak adalah bagian dari hukum administrasi, yang merupakan segenap peraturan hukum yang mengatur segala cara kerja dan pelaksanaan serta wewenang dari lembaga-lembaga negara serta aparaturnya dalam melaksanakan tugas administrasi. Jika hukum publik mengatur hubungan antara pemerintah (selaku penguasa) dengan rakyatnya, hukum pajak mengatur hubungan antara pemerintah selaku pemungut pajak dengan rakyatnya sebagai Wajib Pajak.Baca juga tentang: MAKALAH HUBUNGAN PERTUMBUHAN LABA TERHADAP Working Capital to Total Asset (WCTA),Hubungan Current Liability to Inventory (CLI), Operating Income to Total Liabilities (OITL), Total Assets Turnover (TAT), Net Profit Margin (NPM), Gross Profit Margin (GPM) .
Dalam kenyataannya, tidak dapat dipungkiri bahwa berdasarkan perkembangan dan kebutuhan negara akan pajak, Undang-undang Pajak mengalami perubahan (tax reform). Sebagai konsekuensinya, ternyata tidak disadari hukum pajak telah memisahkan diri dari hukum administrasi. Secara tegas dikatakan, bahwa hukum pajak bukan lagi bagian hukum administrasi, melainkan kedudukannya sama dalam kajian ilmu hukum. Dasar pemisahan hukum pajak dari hukum administrasi dapat ditinjau dari faktor-faktor berikut:
a. Sumber hukum pajak berbeda dengan sumber hukum administrasi;
b. Objek kajian hukum pajak adalah pajak, sedangkan objek kajian hukum administrasi adalah ketetapan yang bersegi satu yang ditetapkan oleh pejabat tata usaha negara (administrasi negara);
c. Subjek hukum pajak adalah Wajib Pajak, sedangkan subjek hukum admiistrasi adalah pejabat tata usaha negara yang menerbitkan ketetapan yang menimbulkan sengketa;
d. Penyelesaian sengketa pajak merupakan kompetensi absolut Pengadilan Pajak, sedangkan penyelesaian sengketa administrasi merupakan kompetensi absolut Pengadilan Tata Usaha Negara;
e. Hukum acara yang digunakan adalah hukum acara peradilan pajak, sedangkan hukum acara yang digunakan untuk menyelesaikan sengketa tata usaha adalah hukum acara peradilan tata usaha negara.

Pengantar Hukum Pajak
Peradilan Pajak
Surat Keberatan Pajak  
Satuan Acara Perkuliahan
Pidana Pajak
KU Pajak

2 comments: